Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Halo September 2021

[Artikel 95#, kategori catatan] Tahun ini bulan Agustus terasa menyesakkan. Dihajar sana sini, hanya untuk sebuah kenyamanan. Pengorbanan seolah dilupakan layaknya pahlawan yang tidak menerima tanda jasa. Halo September, saya harap segera bangkit.

Futsal semalam masih terasa hingga siang. Badan lelah dan berkegiatan rasanya malas sekali. Tiga jam, sungguh melelahkan.

Bulan September saya bertekad move on. Bahkan sempat berpikir untuk mencukur rambut model cepak. Tapi duitnya masih belum dipikirkan, karena anggarannya cukup untuk main futsal dan kebutuhan sehari-hari.

Biarkan saya bebas

Pagi ini dia menelpon seperti biasa. Saya sengaja menyuekinnya karena tekad saya dari semalam untuk move on.

Saya sudah ikhlas melepaskannya. Kecewa pun tak banyak berarti. Saya harap dengan pasangan barunya, dia lebih baik lagi.

Sesaat sebelum menulis halaman ini, saya pergi ke belakang (membaca artikel lama) ke bulan September 2020.

Saya sering mencatat perjalanan kami dan ternyata setelah ia pulang ke Indonesia, semua yang saya anggap cinta waktu itu sekarang adalah suatu pemaksaan.

Memang salah saya dan baru sadar sekarang mengapa ia begitu mudah lepas dari genggaman. 

Sudahi sajalah, saya ingin bebas sekarang. Entah bisa atau tidak. Yang penting saya sudah mengutarakannya di sini.

Sadtember

Trending topik Twitter menarik perhatian awal bulan September dengan kata Sadtember. Memikirkan lagi bulan Agustus, saya juga tidak ingin menjalani bulan September dengan kesedihan.

Apalagi memikirkan dia yang selalu berduaan. Dilema sebagai warga cancer yang mengutamakan perasaan.

Dulu mungkin baik-baik saja meski berstatus mantan jadi teman. Sekarang sudah tidak ingin. Tujuann dia sudah berbeda dari awal ia ingin serius mencari pasangan.

Dilema lainnya adalah tentang keluarga yang tidak pernah terpikirkan saat masih berstatus mahasiswa, kini di usia yang tidak muda lagi, memikirkan mereka harus dikasih porsi lebih besar.

...

Mengutip dari trending topik, lupa akun siapa yang saat dicari sudah hilang. Akun tersebut menuliskan begini

Teruntuk Agustus
Terima kasih untuk segala kebahagiaan dan terima kasih telah mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan yang sesungguhnya.

Dan awal bulan September, semoga ada kebahagiaan menanti dan pandemi segera berhenti.


Amin!

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya