Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dengan punya uang, Segalanya Jadi Mudah

[Artikel 22#, kategori keluarga] Andai saya bisa kembali saat SMA namun dengan pikiran sekarang, saya akan nabung terus. Rasanya inilah hikmah yang bisa dipetik saat usia 30 tahun lebih. Uang adalah segalanya.

Saya yang tidak merokok, tidak berjudi dan miras hingga konsumsi narkoba. Pekerjaan saya juga terlihat santai, makanya duitnya tidak besar. 

Saya sudah mengurangi interaksi bertemu orang untuk sekedar haha hihi atau menginspirasi dari kata dan perbuatan. Namun, masalah tetap saja datang menghampiri yang tak pernah dibayangkan.

Andai waktu bisa diulang

Wanita hebat itu kembali tumbang, seolah mengulang kejadian tahun 2015. Apesnya yang dibutuhkan adalah uang yang banyak untuk membawa beliau ke rumah sakit. 

Dengan pekerjaan utama sebagai bloger, tentu saja kesulitan. Ditambah yang lain juga sama saja, baik saudara sendiri maupun si pendamping wanita hebat tersebut.

Jika ini adalah ramalan masa depan, saya ingin kembali mengulang waktu. Kalau bisa pada jaman SMA saat kami satu keluarga masih baik-baik saja saat itu.

Yang ingin saya lakukan adalah menabung, setidaknya seribu sehari atau seminggu. Tabungan tidak ingin saya ambil hingga 20 tahun ke depan.

Tabungan tersebut akan berguna meski nominalnya saat menabung sangat kecil di masa depan. Mungkin saja ada kejadian keluarga jatuh sakit atau biaya buat nikah.

Sebagai orang yang lahir bukan dari kalangan kelas menengah ke atas, sangat sulit mengandalkan dua orang hebat yang melahirkan dan membesarkan. Saya harap mimpi itu terwujud.

Uang segalanya

Sekarang saya kembali merasakan ketika uang adalah segalanya. Uang untuk biaya-biaya yang tujuannya lebih penting. Uang yang bisa menyambung tali silaturahmi dan sebagainya.

Saya tahu jika hidup sendiri uang masih bisa diakali. Saya bisa berhemat sehemat mungkin. Hanya saja masalah yang datang malah bukan dari saya seorang.

Masalah itu datang dari keluarga yang sepertinya selalu baik-baik saja meski jarang menghubungi. Saya mengerti, saya adalah bagian dari keluarga. Setidaknya punya kesadaran diri untuk bisa diandalkan oleh mereka.

Saya jadi menyesal apakah menjadi bloger pilihan yang tepat. Di mana kebutuhan soal uang adalah paling penting sekarang.

...

Beban ini mendadak jadi besar. Kehidupan normal yang diidamkan jauh dari hingar bingar, mendadak jadi pikiran. Andai saya tahu masa depan seperti apa, saya tidak ingin melakukan kesalahan yang berulang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh