Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Dengan punya uang, Segalanya Jadi Mudah

[Artikel 22#, kategori keluarga] Andai saya bisa kembali saat SMA namun dengan pikiran sekarang, saya akan nabung terus. Rasanya inilah hikmah yang bisa dipetik saat usia 30 tahun lebih. Uang adalah segalanya.

Saya yang tidak merokok, tidak berjudi dan miras hingga konsumsi narkoba. Pekerjaan saya juga terlihat santai, makanya duitnya tidak besar. 

Saya sudah mengurangi interaksi bertemu orang untuk sekedar haha hihi atau menginspirasi dari kata dan perbuatan. Namun, masalah tetap saja datang menghampiri yang tak pernah dibayangkan.

Andai waktu bisa diulang

Wanita hebat itu kembali tumbang, seolah mengulang kejadian tahun 2015. Apesnya yang dibutuhkan adalah uang yang banyak untuk membawa beliau ke rumah sakit. 

Dengan pekerjaan utama sebagai bloger, tentu saja kesulitan. Ditambah yang lain juga sama saja, baik saudara sendiri maupun si pendamping wanita hebat tersebut.

Jika ini adalah ramalan masa depan, saya ingin kembali mengulang waktu. Kalau bisa pada jaman SMA saat kami satu keluarga masih baik-baik saja saat itu.

Yang ingin saya lakukan adalah menabung, setidaknya seribu sehari atau seminggu. Tabungan tidak ingin saya ambil hingga 20 tahun ke depan.

Tabungan tersebut akan berguna meski nominalnya saat menabung sangat kecil di masa depan. Mungkin saja ada kejadian keluarga jatuh sakit atau biaya buat nikah.

Sebagai orang yang lahir bukan dari kalangan kelas menengah ke atas, sangat sulit mengandalkan dua orang hebat yang melahirkan dan membesarkan. Saya harap mimpi itu terwujud.

Uang segalanya

Sekarang saya kembali merasakan ketika uang adalah segalanya. Uang untuk biaya-biaya yang tujuannya lebih penting. Uang yang bisa menyambung tali silaturahmi dan sebagainya.

Saya tahu jika hidup sendiri uang masih bisa diakali. Saya bisa berhemat sehemat mungkin. Hanya saja masalah yang datang malah bukan dari saya seorang.

Masalah itu datang dari keluarga yang sepertinya selalu baik-baik saja meski jarang menghubungi. Saya mengerti, saya adalah bagian dari keluarga. Setidaknya punya kesadaran diri untuk bisa diandalkan oleh mereka.

Saya jadi menyesal apakah menjadi bloger pilihan yang tepat. Di mana kebutuhan soal uang adalah paling penting sekarang.

...

Beban ini mendadak jadi besar. Kehidupan normal yang diidamkan jauh dari hingar bingar, mendadak jadi pikiran. Andai saya tahu masa depan seperti apa, saya tidak ingin melakukan kesalahan yang berulang.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun