Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Rumah Rame, Tapi Bukan Keluarga yang Datang

[Artikel 42#, kategori rumah] Awal bulan Juli, rumah tampak rame lagi meski pasangan si bungsu pergi (baca balik). Ini karena ada rekan-rekan si bungsu yang datang untuk menghadiri acara pernikahan di Kota Semarang.

Dua hari ini agak sibuk karena harus membersihkan kamar yang akan dipakai para tamu. Tidak masalah, sudah biasa melakukan ini.

Yang paling penting, semoga saja mereka bisa mengikuti aturan 'di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung'.

Tamu memang raja, tapi mereka bukan pemilik rumah. Semoga mereka mengerti bahwa rumah ini bukan penginapan atau hotel yang memiliki layanan kebersihan.

Gambar : Ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat