Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Ada yang Harus Dibayar Untuk Mendapatkan Kebahagiaan

[Artikel 71#, kategori Pria Seksi] Orang di depan saya adalah teman kuliah yang bagi saya dia sudah sempurna. Punya pekerjaan, istri cantik, anak-anak dan dia datang ke sini menggunakan mobil. 360 derajat dengan saya yang masih tidak ada apa-apanya. Saya tahu kapasitas saya, ini bukan merendah. Namun...

Lama tidak berjumpa dengan teman lama. Sekali berjumpa, niatnya silaturahmi dan bicara bisnis, malah berakhir curhat. Mau gimana lagi, kenangan lama begitu berarti di umur sekarang. 

Ada yang harus dibayar

Saya mengenang kisah kami saat bertemu dengan beberapa wanita waktu dulu. Teman saya ini memang tampangnya lumayan, maka saat bertemu, ia yang minta temanin malah membuat saya dan rekan wanitanya double date.

Mending kalau teman si wanitanya sama-sama cakep. Ini malah saya dikasih yang di luar ekpetasi. Untungnya niat saya hanya untuk membantu. Sayang ia gagal mendapatkan kisah asmaranya waktu itu, padahal si wanitanya cakep menurut saya.

Sekarang, ia adalah suami sekaligus seorang ayah. Ia bercerita tentang bagaimana ia berkenalan dengan calon istrinya lewat perkenalan singkat. Ia dikenalkan oleh seseorang dan ia tak butuh lama untuk mengajaknya langsung menikah. Pacaran setelah resmi jadi pasangan.

Mendengar ceritanya seolah semesta mendukungnya. Istri yang berprofesi dokter, anak tunggal dan suksesnya menaklukkan calon mertuanya adalah cerita bahagianya.

Namun, kisahnya tak semulus jalan raya. Ada harga yang harus dibayar untuk kebahagiaan dan kesuksesannya. Istrinya sempat keguguran, dan bukan sekali. Kalau tidak salah dua kali. 

Sampai titik ini, saya terenyuh mendengarnya. Meski teman saya ini tak menampakkan wajah sedih, saya tahu betapa rapuhnya dia dari sorotan matanya. 

Entah, apakah ini pembelajaran kepada saya untuk lebih menghargai diri yang masih belum menikah atau peringatan untuk nanti kala saya akan jadi calon ayah. Perhatikan kondisi istrimu.

...

Saat saya berpikir belum sempurna karena belum menikah, saya diberikan tentang makna hidup yang sangat berarti. Menjadi sempurna memang tidak mudah, tapi semua orang berharap untuk itu (sempurna).

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun