Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Sepeda Ontel, Komunitas dan Era Media Sosial


Tidak hanya didominasi generasi tua, pengguna sepeda Ontel yang mengikuti acara di Semarang ini juga didominasi kaum muda dan bahkan wanita. Mereka menyukai sesuatu yang pada masanya pernah berjaya dan berharap tetap lestari hingga kapan pun.


Cukup aneh melihat geliat acara yang terhitung skala Nasional ini tidak begitu kuat ngebranding promosi lewat media sosial. Apalagi mengingat Semarang memiliki banyak akun kota yang sebagian besar diatas 50 ribu followersnya.

Tak heran, saya sangat kesulitan mencari informasi acara ini lewat media sosial khususnya Twitter. Ada pun, hanya sebuah poster tentang acara. Lagi-lagi ini soal kepentingan.

Bicara sepeda ontel tentu mengembalikan waktu ke jaman yang mungkin saja saat itu, saya atau kalian ada yang belum lahir. Tapi tidak untuk sebagian orang tua kita yang sudah menggunakannya hingga usianya sama seperti sepedanya.

Rasa suka dan bangga yang ditanamkan lewat sepeda jadoel tersebut di era sekarang menumbuhkan banyak komunitas bertumbuh. Seolah tidak sendiri, orang-orang ini mencoba mempopulerkan sepeda Ontel kembali.

Seperti yang saya temui saat acara Kenduri Sepeda Ontel minggu pagi ini (24/5). sekitar seribuan lebih, berbagai komunitas dan bahkan daerah hingga diluar Jawa, hadir memeriahkan acara tahunan mereka. Sampai-sampai kegiatan mereka diganjar penghargaan dari MURI dengan jumlah peserta dengan pakaian jadoel terbanyak. Luar biasa.

Perlahan tapi pasti, media sosial akhirnya buka suara tentang acara ini. Facebook, twitter, instagram dan mungkin masih banyak lagi mulai mengisahkan acara mereka. Dan itu tanpa disuruh. Setiap orang merasa lebih bangga mendapatkan hasilnya langsung saat berada di lokasi.

Ini berbeda dengan sebelum acara yang bila dilihat dari segi promosi tentu ini menjual sisi acara lebih menarik khususnya respon dari banyak orang.

Jadinya, saat acara ini yang terlihat adalah yang menjadi penikmat dan penonton adalah orang-orang mereka sendiri, masyarakat yang baru tahu, sekedar tahu, dan berada di sekitar. Bila ini sebuah konser musik, maka tak terlihat siapa penonton sebenarnya.

...

Saya jadi teringat tentang komunitas blogger. Penulis blog berkumpul dengan komunitasnya atau hadir sebagai individu. Bercengkrama, menyambung tali silaturahmi dan bercerita tentang aktivitas yang dilakukan. Ini sangat menarik mengingat itu semua.

Pemilik sepeda ontel tentu mereka lebih baik dari blogger yang baru hidup di era teknologi. Bisa dibayangkan bagaimana era sekarang apapun bisa didapat. Dan mengapa harus susah-susah membuat sesuatu yang dipikir kuno harus dikembalikan lagi ke jaman sekarang.

Salut buat komunitas Ontel dan mereka yang menikmati kebersamaannya dua hari ini di kota Semarang. Komunitas ini meski jadoel sebagian dari mereka sudah memanfaatkan media sosial. Dan kebanyakan adalah facebook, bila mencari tentang mereka.

Salam blogger

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun