Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Yang Mau Kerjasama Siapa? Yang Cari Tempat Siapa?



Ada-ada saja mahasiswa sekarang yang mau buat ngajak kerjasama dengan dotsemarang. Sudah pilih-pilih tempat, eh tetap aja nggak ada duitnya. Meski begitu, semangatnya perlu dipuji. Saya aja menyanggupinya untuk duduk didepan mereka.

Saya selalu senang dengan semangat anak muda. Mereka selalu punya semangat untuk peduli dengan sesuatu yang mereka rasa kurang diperhatikan. Mereka ingin membantu, mengenalkan dan melestarikan katanya.

Beberapa hari kemarin, saya bertemu dengan dua orang mahasiswa. Salah satunya mahasiswi. Yah, jangan ditanya mengapa saya bersemangat untuk ini.

Sudah bersemangat dan menyepakati tempat, eh berubah lagi lokasinya. Gagal sore itu saya bersepeda karena saya suka naik sepeda. Karena mahasiswi ini saya mengikuti kemauannya.

Hanya bersemangat

Jujur, saya sudah sangat skeptis dengan event-event yang berbau kampus. Mereka begitu getol melancarkan kata-kata berisikan motivasi tingkat tinggi. Semangat berapi-api dan rasa peduli yang tinggi.

Namun setelah itu, yang terjadi adalah setelah event mereka menghilang. Semangat itu redup seiring event selesai dan bila diteruskan, junior mereka seakan tidak memiliki semangat yang dibawa senior mereka.

Saya cukup banyak menemukan hal ini. Apalagi setelah lulus dan bekerja. Percaya deh, kerja itu membuat kamu sangat sibuk untuk mengurusi hal lain. Dan pola pikir bukan lagi seorang mahasiswa akan berubah.

Tentang visi

Lagi, saya berhadapan dengan orang yang bersemangat dan peduli tentang sesuatu. Namun saat ditanya tentang visi, mereka seperti gelabakan alias tak mengerti.

Jawaban yang diberikan adalah misi, tujuan, dan harapan. Sesuatu yang dapat dilakukan, bukan. Bukankah visi yang akan membawa pada tujuan utama dan memberikan misi step by step untuk menuntunnya. Gagal lagi deh mereka meyakinkan saya. Ditambah minta bantuan cuma-cuma. Percaya deh, ini hanya sebatas semangat diujung jari.

...

Saya senang bekerjasama dengan mereka yang mengatasnamakan kepedulian dan lebih baik. Tapi, kemampuan untuk negoisasi dan perlakuan terhadap pihak yang ingin diajak bekerjasama juga harus menjadi nilai lebih. Untungnya saya bukan bos besar. Kalau saya mengikuti mereka, percaya deh langsung ditolak.

Jangan hanya bersemangat untuk event, jaga terus dan perjuangkan cita-cita yang ingin dibangun. Event kampus terkadang dibuat untuk sebuah tugas akhir atau tugas dari dosen. Yang artinya, itu adalah kewajiban dan setelah selesai seperti terbebas dari belenggu yang namanya tugas.

Saya berharap ada feedback antara kita. Dotsemarang bukanlah lembaga yang dapat membayar orang-orangnya yang bekerja. Dotsemarang dibayar untuk pekerjaannya. Karena itulah harap maklum untuk ini.

**Sekedar mengisi kuota bulanan.

Salam blogger

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun