Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Visi yang Kadaluarsa



Negeri ini (baca; kota) sudah terus berkembang. Bisa dilihat dari arus informasinya yang beragam. Tidak lagi dikuasai penguasa yang memegang arus informasi arus utama. Meski harus sama, tetapi ini dianggap wajar untuk sebuah perubahan.

Begitu kira-kira saya memandang negeri ini pagi ini sambil mengayuh pedal sepeda. Saya masih ingat dulu, bagaimana susahnya mendapatkan informasi meski internet sudah dapat dinikmati sebagian kalangan. Termasuk event-event yang menolak datang dengan alasan pasar yang kurang potensial.

Bahkan, kantor-kantor perwakilan penguasa media nasional tidak banyak dan nyaris tak ada di negeri ini. Perih, sedih dan ini semacam tantangan sebelum dotsemarang benar-benar berdiri waktu itu. Jadi, dotsemarang waktu itu berdiri memiliki alasan khusus yang dituangkan dalam Visi misinya.

Visi adalah sebuah mimpi, harapan dan keinginan yang begitu tinggi. Sampai-sampai diharapkan untuk tidak dapat menjangkaunya. Alasannya sederhana, buat apa bermimpi jika mudah menggapainya. Selesai, bingung dan hilang arah.

Kini, seperti putaran roda sepeda ini, negeri yang saya banggain ini sudah semakin ramai. Hadirnya media sosial pun cukup berpengaruh besar. Media-media lokal turut bertumbuh menyajikan berbagai informasi sesuai takarannya masing-masing.

Begitu mudah menyantap informasi sekarang ini. Dan mau tak mau, penguasa media lain sepertinya mulai tertarik dengan negeri ini hingga beberapa kali terlihat terus berekspansi dengan berbagai cara. Hmm..

...

Saya sempat berpikir untuk berhenti bermimpi. Mimpi tentang negeri ini yang ingin lebih dikenal diseluruh penjuru dunia melalui internet.

Hadirnya berbagai media seperti mengatakan bahwa tujuan saya sudah selesai. Negeri ini tidak butuh lagi rasanya. Visi yang kadaluarsa yang mulai luntur mengikuti tren dan perkembangan zaman. Apakah ini berarti saya juga sudah selesai?

Salam blogger

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh