Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Visi yang Kadaluarsa



Negeri ini (baca; kota) sudah terus berkembang. Bisa dilihat dari arus informasinya yang beragam. Tidak lagi dikuasai penguasa yang memegang arus informasi arus utama. Meski harus sama, tetapi ini dianggap wajar untuk sebuah perubahan.

Begitu kira-kira saya memandang negeri ini pagi ini sambil mengayuh pedal sepeda. Saya masih ingat dulu, bagaimana susahnya mendapatkan informasi meski internet sudah dapat dinikmati sebagian kalangan. Termasuk event-event yang menolak datang dengan alasan pasar yang kurang potensial.

Bahkan, kantor-kantor perwakilan penguasa media nasional tidak banyak dan nyaris tak ada di negeri ini. Perih, sedih dan ini semacam tantangan sebelum dotsemarang benar-benar berdiri waktu itu. Jadi, dotsemarang waktu itu berdiri memiliki alasan khusus yang dituangkan dalam Visi misinya.

Visi adalah sebuah mimpi, harapan dan keinginan yang begitu tinggi. Sampai-sampai diharapkan untuk tidak dapat menjangkaunya. Alasannya sederhana, buat apa bermimpi jika mudah menggapainya. Selesai, bingung dan hilang arah.

Kini, seperti putaran roda sepeda ini, negeri yang saya banggain ini sudah semakin ramai. Hadirnya media sosial pun cukup berpengaruh besar. Media-media lokal turut bertumbuh menyajikan berbagai informasi sesuai takarannya masing-masing.

Begitu mudah menyantap informasi sekarang ini. Dan mau tak mau, penguasa media lain sepertinya mulai tertarik dengan negeri ini hingga beberapa kali terlihat terus berekspansi dengan berbagai cara. Hmm..

...

Saya sempat berpikir untuk berhenti bermimpi. Mimpi tentang negeri ini yang ingin lebih dikenal diseluruh penjuru dunia melalui internet.

Hadirnya berbagai media seperti mengatakan bahwa tujuan saya sudah selesai. Negeri ini tidak butuh lagi rasanya. Visi yang kadaluarsa yang mulai luntur mengikuti tren dan perkembangan zaman. Apakah ini berarti saya juga sudah selesai?

Salam blogger

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun