Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Berperang Sebelum Bertanding


[Artikel 45#, kategori Pria Seksi] Hari ini, saya punya kesempatan terakhir untuk melanjutkan atau berhenti sampai di sini. Sebuah perang yang saya kobarkan sebelum bertanding. Maksudnya sebelum bermain futsal malam harinya.

Jumat sore, saya berhenti sejenak melihat ponsel saat sedang bersepeda. Pesan singkat yang saya buka saat itu menyuruh saya lekas menyusulnya. Ia sudah tiba di lokasi yang dijanjikan sebelumnya.

Perang ini akan meletus. Saya membayangkan diri sedang berada di medan perang dengan banyak peluru. Banyak pasukan yang melewati saya ikut menyerang dengan pemandangan asap di mana-mana.

Saya berharap tidak berakhir di medan perang sambil menenteng senjata. Tumpukan karung sebagai tempat saya bersembunyi semoga tidak hancur. Keringat dingin meluncur begitu saja dari kening kepala saya. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi untuk selamat dari perang ini.

Sebenarnya aku mau nyiram kamu pakai air 

Kembali ke dunia sebenarnya. Tadi itu hanya sebuah bayangan saja tentang kisah saya yang saya ibaratkan sedang berperang.

Saya sudah tiba di lokasi yang disepekati. Ia berada di lantai dua. Bayangan saya tentang perang datang kembali. Saya harus melewati penjaga, banyak sorot mata dan siap bertemu bos penjahat utama.

Bukan-bukan, saya sedang bertemu seseorang yang akan memutuskan hidup saya. Eh maksudnya hubungan saya. Wanita baik dan cantik, tapi punya kemampuan yang dapat menghancurkan ego saya. Membunuh karakter dan membuat saya merengek karena ketakutan.

Makanan sudah tersaji di meja, tempat kami bertemu. Saya duduk dan disuruh makan. Hmm..apakah begini suasana berperang yang saya bayangkan. Saya malah disuruh makan dulu sebelum dieksekusi. Seperti memberi kesenangan sebelum merayakan kesedihan.

Wajahnya datar, seakan siap meledak. Tidak ada senyum saat disapa atau pun sepatah kata saat diajak bicara. Saya, seperti orang bego diantara beberapa orang yang berada disekitar.

Apakah ini syuting katakan putus? Pikir mereka dari yang saya bayangkan. Setelah diam beberapa saat, ia bicara dan mengeluarkan isi kepalanya.

Ia menghukum saya dengan sebuah pernyataan yang membuatnya sangat sakit hatinya. Ia bahkan, siap menyiram saya dengan air ke wajah saya. Meski saya tahu, di sana tidak ada air yang jadi pesanan minuman kami.

Bila perang ini berakhir dengan kekalahan saya, dipastikan semangat bertanding saya malam harinya akan rusak. Rusak karena mood yang hancur pastinya.

Sebuah kesempatan terakhir

Menjalani sebuah hubungan di umur sekarang rupanya sangat rumit sekali. Wanita sekarang maunya dilamar untuk menunjukkan bahwa si pria sangat serius kepadanya. Hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya ketika masih muda.

Sebagai pria, saya siap. Sebagai calon suami, saya belum siap. Banyak hal yang saya butuhkan untuk serius melamar. Tapi sebagai pacar, saya siap mendukung pasangan saya mendapatkan mimpi-mimpinya.

Perang sedikit mereda. Banyak kata sudah ditata. Sebuah kesempatan terakhir diberikan kepada saya. Mengapa saya harus terus mencintainya, sedangkan saya sering kali menyakitinya.

Alasan-alasan yang tidak bisa saya ungkapkan di sini berakhir dengan sebuah kesempatan untuk masa depan saya. Kami sepakat terus melanjutkan hubungan dengan catatan, ini terakhir. Menyakitinya kembali, ia tidak ragu meninggalkan saya.

Lega juga

Kami akhirnya berpisah, kembali ke kehidupan masing-masing. Ia yang menyempatkan diri setelah bekerja untuk berbicara, kembali ke rumah. Sedangkan saya, siap bermain futsal malamnya.

Sebuah perasaan lega yang didapat hari ini adalah momen terbaik selama saya punya hubungan. Bahkan, ini adalah kali pertama saya berbicara langsung untuk membicarakan suatu hubungan agar menjadi lebih baik.

Saya bersyukur mendapatkan kesempatan kembali. Meski dalam perjalanan kembali, ini akan sulit. Memperbaiki hubungan mudah, tapi luka yang dibawa tidak mudah untuk diperbaiki.

Saya tahu bahwa hubungan ini akan lebih sulit ketimbang awal jadian yang masih tidak ada luka sama sekali. Semua bersikap waspada dan hati-hati agar tidak ada lagi hati yang terluka.

Saya sendiri pasrah dengan beban yang saya terima. Hubungan ini sulit seperti diawal. Untuk mendapatkan sebutan sayang, itu saja sangat sulit. Butuh waktu dan waktu. (15/3/2019)

...

Perang terlah berakhir, saya bisa bertanding dengan suasana gembira. Perasaan bahagia dan malam yang begitu cerah.

Mendapatkan kesempatan disatu sisi semacam mendapatkan kebahagiaan, namun disatu sisi lain, semacam peringatan untuk tidak jatuh ke lubang yang sama.

Apakah hubungan akan berjalan mulus atau tidak ke depannya, saya akan melihat dulu. Memperbaiki hubungan adalah satu-satunya tujuan saat mengatakan perang. Berikutnya, tunggu saja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Half Girlfriend, Film India Tentang Pria yang Jatuh Cinta dan Tidak Mau Menyerah

I Will Never Let You Go, Drama China Kolosal Tentang Putri Pengemis dan Pangeran Bertopeng