Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tim Hari Selasa (Futsal Setelah Lebaran)

[Artikel 71#, kategori futsal] Futsal pertama setelah lebaran, ada gairah yang datang di tengah cuaca yang gerah. Entah apakah tubuh saya saja yang lebih banyak berkeringat malam ini (18/5), atau memang langit Kota Semarang yang sedang kering.

Hari ini mood saya sedang baik. Termasuk suasananya yang semakin hangat dan akrab. Maklum, penambahan jadwal futsal yang biasanya hari Kamis, kini ditambah hari Selasa. Dan ini sudah 2 bulan berjalan. Berbeda dengan hari Kamis yang lebih lama lagi.

Dielukan

Karena sudah terasa akrab, nama saya sudah dikenali banyak pemain. Entah apakah itu baik atau sekedar meramaikan susana kala tidak ada tawa.

Seperti biasa, saya selalu berinisiatif menjadi kiper. Posisi yang semakin saya sukai karena nikmatnya berjibaku saat menghadang bola masuk ke gawang.

Meski bukan seorang kiper sebenarnya, saya pun tak bisa mencegah semua tembakan yang mengarah ke gawang saya tanpa kebobolan. Lumrah, tapi saya menikmati tiap jaring di belakang saya bergetar karena kerasnya tendangan bola dari para pemain.

Tidak melulu menjadi kiper, kok. Permainan yang dimainkan selama 15 menit ini, harus bergantian tim. Dan ini kesempatan saya menunjukkan diri saya sebenarnya yang biasa berposisi sebagai pemain tengah atau depan.

Entah, jiwa saya yang mulai kehilangan arah atau permainan saya yang menurun, pikiran dan tubuh terkadang tidak sinkron. Alhasil, suara-suara yang memanggil nama saya begitu lebih ramai ketimbang aksi pemain lain.

Apalagi jika saya sampai melakukan kesalahan, mereka dengan senang hati mengelukan nama saya. Untungnya malam ini, dua gol saya bukan kaleng-kaleng. Pemain lain yang menunggu giliran tidak salah mengelukan nama saya saat itu.

Seperti mendadak tenar, saya sedikit malu untuk mengakuinya. Tapi benar-benar nama saya yang sering terdengar, kecuali saya sedang tidak bermain dan menunggu giliran di pinggir lapangan.

Foto bersama

Beberapa wajah pemain yang main setiap hari Kamis juga ada di sini. Jangan heran, karena yang mengajak bergabung juga orang yang sama-sama main hari Kamis.

Saya senang menjadi bagian dari orang-orang yang ada di dalam gambar ini. Sesuatu yang akrab, hangat tapi saat di lapangan, kami semua berkompetisi untuk saling mengalahkan.

...

Futsal pertama setelah lebaran, saya masih tanpa sepeda saya yang masih dipinjamkan. Mau tidak mau, menggunakan jasa ojek online untuk pulang pergi futsal. 

Terima kasih tim hari Selasa. Semoga kita semua terus diberi kesehatan dan perlindungan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh