Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tim Hari Selasa (Futsal Setelah Lebaran)

[Artikel 71#, kategori futsal] Futsal pertama setelah lebaran, ada gairah yang datang di tengah cuaca yang gerah. Entah apakah tubuh saya saja yang lebih banyak berkeringat malam ini (18/5), atau memang langit Kota Semarang yang sedang kering.

Hari ini mood saya sedang baik. Termasuk suasananya yang semakin hangat dan akrab. Maklum, penambahan jadwal futsal yang biasanya hari Kamis, kini ditambah hari Selasa. Dan ini sudah 2 bulan berjalan. Berbeda dengan hari Kamis yang lebih lama lagi.

Dielukan

Karena sudah terasa akrab, nama saya sudah dikenali banyak pemain. Entah apakah itu baik atau sekedar meramaikan susana kala tidak ada tawa.

Seperti biasa, saya selalu berinisiatif menjadi kiper. Posisi yang semakin saya sukai karena nikmatnya berjibaku saat menghadang bola masuk ke gawang.

Meski bukan seorang kiper sebenarnya, saya pun tak bisa mencegah semua tembakan yang mengarah ke gawang saya tanpa kebobolan. Lumrah, tapi saya menikmati tiap jaring di belakang saya bergetar karena kerasnya tendangan bola dari para pemain.

Tidak melulu menjadi kiper, kok. Permainan yang dimainkan selama 15 menit ini, harus bergantian tim. Dan ini kesempatan saya menunjukkan diri saya sebenarnya yang biasa berposisi sebagai pemain tengah atau depan.

Entah, jiwa saya yang mulai kehilangan arah atau permainan saya yang menurun, pikiran dan tubuh terkadang tidak sinkron. Alhasil, suara-suara yang memanggil nama saya begitu lebih ramai ketimbang aksi pemain lain.

Apalagi jika saya sampai melakukan kesalahan, mereka dengan senang hati mengelukan nama saya. Untungnya malam ini, dua gol saya bukan kaleng-kaleng. Pemain lain yang menunggu giliran tidak salah mengelukan nama saya saat itu.

Seperti mendadak tenar, saya sedikit malu untuk mengakuinya. Tapi benar-benar nama saya yang sering terdengar, kecuali saya sedang tidak bermain dan menunggu giliran di pinggir lapangan.

Foto bersama

Beberapa wajah pemain yang main setiap hari Kamis juga ada di sini. Jangan heran, karena yang mengajak bergabung juga orang yang sama-sama main hari Kamis.

Saya senang menjadi bagian dari orang-orang yang ada di dalam gambar ini. Sesuatu yang akrab, hangat tapi saat di lapangan, kami semua berkompetisi untuk saling mengalahkan.

...

Futsal pertama setelah lebaran, saya masih tanpa sepeda saya yang masih dipinjamkan. Mau tidak mau, menggunakan jasa ojek online untuk pulang pergi futsal. 

Terima kasih tim hari Selasa. Semoga kita semua terus diberi kesehatan dan perlindungan.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya