Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Solat Idulfitri: Jalan Kaki dari Rumah

[Artikel 12#, kategori Lebaran] Karena sepeda sedang berada di tempat lain, solat idulfitri kali ini saya niatkan dengan jalan kaki. Selain ingin menggerakkan tubuh yang beberapa hari kaku, juga untuk melihat sesuatu yang berbeda dari biasanya.

Tahun 2020, karena anjuran pemerintah untuk meniadakan solat idulfitri, saya tidak solat. Padahal di dekat rumah rasanya ada yang menyelenggarakan solat idulfitri. Saya termakan isu dan sudah duluan lesu.

Akhirnya solat juga

Meski tahun ini puasa saya tidak sesempurna tahun lalu, momen solat idulfitri adalah paling ditunggu. Niat saya berjalan kaki adalah bagaimana semangat itu timbul karenanya. 

Cerita lebaran kali ini dibarengi juga dengan anjuran pemerintah yang melarang mudik. Lebih ketat dari tahun sebelumnya. Tapi tetap saja, masih ada orang-orang yang berusaha menerobos agar bisa pulang ke tempat asal masing-masing.

Lupakan para pemudik, toh ada yang mengurusin. Lagian saya juga tidak akan mudik. Fokus dengan bagaimana saya akhirnya berjalan kaki menuju Masjid Agung Jawa Tengah.

3,2 Kilometer

Rencana saya akan pergi pukul 5 pagi dini hari. Namun kenyataannya, saya malah keluar rumah sudah setengah 6 pagi. Karena berpikir takut telat, langkah saya lebih cepat dari jalan kaki yang niatnya bisa santai.

Melewati beberapa masjid yang juga sedang melaksanakan solat id, saya terus melangkah menuju lokasi. Entah apa yang dipikirkan orang-orang yang melintas, setidaknya saya tidak berbuat jahat.

Cuaca langit Semarang sangat mendukung. Langit terlihat biru yang ditutupi sebagian awan putih. Jalanan yang masih sepi, memanjakan mata yang tak ingin sesak.

Saat selesai solat dan sudah kembali ke rumah, saya mengecek aplikasi kesehatan yang merekam segala aktivitas langkah saya. Ya, jarak tempuhnya adalah 1,6 km perjalanan dari rumah ke masjid. Bila bolak-balik, tinggal dikalikan 2 saja.

Sehat selalu buat tubuh ini yang tidak muda lagi. Lebaran kali ini punya cerita sendiri meski tubuh berkeringat seperti mandi.



Saya senang bisa melakukan dengan cara berbeda hari ini.

Selamat Idulfitri 1442 H, mohon maaf lahir dan batin.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya