Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dibalik Layar Launching Zenfone 2 : Buru-buru Pulang


Senyum kebahagiaan itu masih ada hingga pagi tadi. Meski harus merelakan pertandingan Liga Champions antara Barca lawan PSG terlewati, toh wifi di kamar hotel masih nyambung. Mengupdate beberapa aplikasi dari mainan baru yang baru dimiliki. Tapi tunggu dulu, ceritanya belum berakhir.

Seharusnya pekerjaan bisa terlesaikan seperti biasa. Namun semenjak beberapa hari menghadiri undangan dari pihak ASUS, pekerjaan sedikit terabaikan. Maklum, blogger itu keren. Apa-apa dilakukan sendiri.

Waktu terus berjalan di hari terakhir kepulangan, rabu, 22 April 2015. Hingga pengumuman dari telpon seorang rekan satu kamar memecahkan konsentrasi yang sedang asyik mendownload aplikasi buat si baru ini.

Oke, semuanya berjalan sesuai rencana. Jam 6 pagi, saya dan rekan saya yang tadi mendapat telpon harus segera menuju bus, sudah ada didalam bus. Jadwal pesawat sendiri adalah jam 9. Mengingat ibukota yang sedang ada acara KAA, sugesti macet sepertinya menjadi alasan untuk bergerak cepat.

Dan duarrr... bus yang berangkat jam 6 lebih ini ternyata diperuntukkan buat perwakilan dari Sumatra - Medan. Mereka dijadwalkan jam 8 pesawat sudah terbang. Dan saya, tidak bisa melupakan kejadian konyol ini dan menuliskannya disini.

Alhasil, kami nunggu di bandara hingga 2 jam. Soalnya, bus yang membawa kami tiba jam 7 kurang. Bayangkan, itu pagi banget dan perwakilan Semarang yang lain juga belum datang.

Bila tidak buru-buru begini, seharusnya saya bisa agak santai dan menikmati sarapan pagi di hotel. Pelan-pelan asal selamat tentunya selalu menjadi sugesti untuk orang Indonesia.

...

Akhirnya, saya harus menulis ini setelah berada di rumah (Semarang). Cerita ini punya sisi menarik buat saya. Setidaknya, sekarang saya sudah menulis dan bahagia ditemani si dia.

Salam blogger


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun

Blog Personal Itu Tempat Curhat