Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mengapa Wanita Menaruh ID Chat di Medsos Tapi Saat diajak Chat Mereka Ketakutan?


Wanita yang hidup di era media sosial ternyata punya sisi lain tentang ketakutan. Padahal mereka sendiri yang menyebarkan id chat seperti bbm, line, dan bahkan nomor telepon. Mereka lupa jika media sosial yang mereka gunakan semacam Instagram maupun twitter menjadi ranah konsumsi masyarakat global. Dan anehnya itu seperti ini.

Saya iseng-iseng melakukan penelitian sederhana dengan mengajak chatting beberapa wanita dari Instagram. Maaf, masih normal jadi masih wanita dulu. Mereka sudah memaparkan diri mereka sendiri seperti foto sehari-hari, betapa cantiknya mereka, makanan favorit, sekolah/universitas dan tempat tinggal.

Bayangkan bila saya seorang psikopat atau jatuh cinta yang begitu berlebihan. Saya akan mengajaknya chatingg terus menerus dan bila diabaikan saya akan nekat mendatanginya. *ini ilustrasi*

Tapi itu bukan saya. Penelitian sederhana saya hanya tentang ajakan chatting yang mereka sebarkan sendiri di media sosial. Ibaratnya membuka pintu dan dengan salam saya hanya menunggu diluar sambil sang pemilik rumah keluar juga.

Beberapa wanita membalas pesan singkat saya. Kemudian, beberapa kali mereka langsung menghilang. Ada yang hanya salam diawal lalu tidak menjawab. Ada yang menghilang ketika saya memperkenalkan diri saya, pekerjaan dan umur saya.

Semua seolah merasa ketakutan. Mungkin saja saya kurang ganteng, andai mereka mencari tahu lewat foto profil. Mungkin saja mereka risih tapi mengapa akun id chat mereka ditaruh di sana? *biar eksis kak!

Banyak video kekerasan terhadap wanita yang diunggah di media sosial yang memperlihatkan keburukan dari dampak media sosial. Dan ini jadi PR sendiri bagi keluarga maupun teman, dan orang tua mengawasi putri kesayangan mereka. Bahwa ini bahaya.

Jangan sampai mereka melihat video keburukan media sosial dan malah mereka yang kena juga. Mengapa wanita menaruh ID Chat tapi saat diajak chat mereka ketakutan? Saya rasa ini soal eksistensi, mencari pertemanan sebanyak mungkin dan mungkin juga karena kurangnya edukasi pemahaman tentang bahaya Internet.

...

Saya bukan tipe pengganggu meski punya harapan begitu. Saya hanya mencoba apakah yakin dengan id yang ditaruh di sana. Saya akan memulainya dengan pertemanan sebelum jauh melangkah.

Yang terjadi, wanita sudah merasa ketakutakan sendiri. Mereka terpapar media sosial tapi takut bersosialisasi. Meski ini hanya sebagian kecil setidaknya perlu adanya edukasi bahaya menaruh id di media sosial.

Halo mbak-mbak, bila tidak ingin mendapatkan gangguan. Copot aja deh id chatnya. Instagram maupun twitter tanpa harus berteman sekarang ini bisa mengirim pesan. ID chat seperti bbm atau line lebih baik dikasikan kepada orang yang dianggap dapat dipercaya, relasi bisnis maupun keluarga.

**Hanya sebagian kecil wanita saja, bukan secara umum.
Gambar ilustrasi : Google
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions