Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Mengapa Wanita Menaruh ID Chat di Medsos Tapi Saat diajak Chat Mereka Ketakutan?


Wanita yang hidup di era media sosial ternyata punya sisi lain tentang ketakutan. Padahal mereka sendiri yang menyebarkan id chat seperti bbm, line, dan bahkan nomor telepon. Mereka lupa jika media sosial yang mereka gunakan semacam Instagram maupun twitter menjadi ranah konsumsi masyarakat global. Dan anehnya itu seperti ini.

Saya iseng-iseng melakukan penelitian sederhana dengan mengajak chatting beberapa wanita dari Instagram. Maaf, masih normal jadi masih wanita dulu. Mereka sudah memaparkan diri mereka sendiri seperti foto sehari-hari, betapa cantiknya mereka, makanan favorit, sekolah/universitas dan tempat tinggal.

Bayangkan bila saya seorang psikopat atau jatuh cinta yang begitu berlebihan. Saya akan mengajaknya chatingg terus menerus dan bila diabaikan saya akan nekat mendatanginya. *ini ilustrasi*

Tapi itu bukan saya. Penelitian sederhana saya hanya tentang ajakan chatting yang mereka sebarkan sendiri di media sosial. Ibaratnya membuka pintu dan dengan salam saya hanya menunggu diluar sambil sang pemilik rumah keluar juga.

Beberapa wanita membalas pesan singkat saya. Kemudian, beberapa kali mereka langsung menghilang. Ada yang hanya salam diawal lalu tidak menjawab. Ada yang menghilang ketika saya memperkenalkan diri saya, pekerjaan dan umur saya.

Semua seolah merasa ketakutan. Mungkin saja saya kurang ganteng, andai mereka mencari tahu lewat foto profil. Mungkin saja mereka risih tapi mengapa akun id chat mereka ditaruh di sana? *biar eksis kak!

Banyak video kekerasan terhadap wanita yang diunggah di media sosial yang memperlihatkan keburukan dari dampak media sosial. Dan ini jadi PR sendiri bagi keluarga maupun teman, dan orang tua mengawasi putri kesayangan mereka. Bahwa ini bahaya.

Jangan sampai mereka melihat video keburukan media sosial dan malah mereka yang kena juga. Mengapa wanita menaruh ID Chat tapi saat diajak chat mereka ketakutan? Saya rasa ini soal eksistensi, mencari pertemanan sebanyak mungkin dan mungkin juga karena kurangnya edukasi pemahaman tentang bahaya Internet.

...

Saya bukan tipe pengganggu meski punya harapan begitu. Saya hanya mencoba apakah yakin dengan id yang ditaruh di sana. Saya akan memulainya dengan pertemanan sebelum jauh melangkah.

Yang terjadi, wanita sudah merasa ketakutakan sendiri. Mereka terpapar media sosial tapi takut bersosialisasi. Meski ini hanya sebagian kecil setidaknya perlu adanya edukasi bahaya menaruh id di media sosial.

Halo mbak-mbak, bila tidak ingin mendapatkan gangguan. Copot aja deh id chatnya. Instagram maupun twitter tanpa harus berteman sekarang ini bisa mengirim pesan. ID chat seperti bbm atau line lebih baik dikasikan kepada orang yang dianggap dapat dipercaya, relasi bisnis maupun keluarga.

**Hanya sebagian kecil wanita saja, bukan secara umum.
Gambar ilustrasi : Google
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh