Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mengkesampingkan Ego, Coba Bertanya Dahulu


Sebagai warga Cancer yang terlalu peka terhadap perasaan, terkadang menuruti emosi membuat klan zodiak kepiting ini rugi sendiri. Maunya menjadi pria sejati tapi saat disakiti, mereka tetap melow juga. Ini menyiksa sekali.


Saya hanya berharap saya dihargai, entah dengan sederhana atau wah, saya hanya dianggap ada saja. Membangun sebuah hubungan di umur sekarang itu tidak mudah. Apalagi dengan orang baru yang tidak kenal sama sekali. Sama-sama memiliki kehidupan pribadi yang menyenangkan rasanya tidak rela membanginya bila akhirnya kecewa berat.

Saya mengakui bahwa saya ingin sekali memiliki pasangan. Sedikit saja ada harapan, saya akan mencobanya untuk mengejarnya. Tapi jangan suruh saya mengejarnya hingga mati-matian. Saya baru mengenalnya, dan saya tidak yakin ia mau bertahan hidup dengan pria yang membosankan seperti saya.

Tidak berperasaan

Saya ingin sekali menjadi pria sejati yang tidak memiliki perasaan saat dikecewakan. Tapi anehnya, kepedulian saya malah jadi bumerang sendiri saat rasa sayang yang begitu besar membuat saya lebih possesif atau ingin melindungi. Dan saya meraskaan sekali dampaknya, saya menderita.

Saat tidak ada kabar dari pasangan, saya tidak dapat berpikir rasional lagi. Cancer yang bawaannya cemas selalu berpikir negatif. Saya hanya ingin menjadi pria sejati yang cool, tapi tidak bisa.

Saat berusaha setia dengan kata-kata 'saya tinggal dulu sebentar', saya akan selalu menunggu. Ternyata hingga satu hari penuh, tidak ada kabar sama sekali. Saya galau, marah dan saya ingin diam saja. Ternyata tidak bisa. Saya berusaha mengkesampingkan ego, mencoba bertanya dulu. Ada apa?

Mengkesampingkan ego artinya menurunkan harga diri seorang pria, tidak mudah dan saya coba. Awalnya baik-baik saja, tapi keseringan membuat saya kecewa juga akhirnya. Bila itu terjadi, maka menjadi tidak berperasaan itu lebih baik.

Terhadap pasangan, saya akan marah tapi jangan berpikir saya marah itu benci dan maaf jadinya kasar. Anggaplah saya anak kecil yang menginginkan permen dan merengek-rengek kepada ibunya. Setelah diberi, saya akan lebih tenang. Selama ini saya tidak berhasil menemukan wanita yang saya bayangkan seperti ini.

Terhadap calon gebetan, saya melihatnya sebuah rasa ketertarikan. Bila saya dicuekin, berarti saya gagal membuatnya tertarik kepada saya. Karena dasarnya wanita tidak enakan terkadang saya menganggapnya peluang. Akhirnya mereka pergi dengan mendiamkan saya. Dan saya pun tidak berperasaan untuk pergi juga.

...

Menjadi pria sejati dengan ego besar itu tidak menyenangkan. Ditambah dengan umur yang semakin bertambah. Apakah karna menjadi pria harus diukur dengan kriteria ketampanan, tinggi dan kaya? Bila itu yang diinginkan, mungkin saya lebih baik mundur.

Membayangkan diri saya saja yang ribet gini, bagaimana bisa mendapatkan wanita yang lebih kuat dari saya kalau ketemunya lebih parah. Andai ada wanita yang super kuat hatinya, idealis, dan menyukai karena sesuatu, itu pasti menyenangkan.

Saat pria bertanya kepada wanita setelah dicuekin, pria tersebut patut diacungi jempol. Karena ia rela menurunkan ego pada dalam dirinya paling rendah hanya untuk memperbaiki suasana hati dan hubungannya. Dan bila wanita mendapatkan pria seperti ini, saya yakin ia rela melakukan apa saja untuk Anda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh

Mengenal Istilah Jam Kerja Hotel; Split atau Double Shift