Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dewasa Dalam Diam


[Artikel 32#, kategori Pria 30 Tahun] Diam bukan berarti abai. Bukan juga berarti pasrah. Dewasa dalam diam di usia kepala 30 ini, sangat melelahkan. Satu sisi ingin mengeluarkan jeritan di atas kepala, biar semua plong. Seperti merayakan lebaran setelah sebulan berpuasa. Satu sisi lainnya, mencoba melihat dari segala sisi dan memilah, ini yang terbaik. 

Setiap merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan bertemu seseorang, biasanya saya mulai defensif. Dalam pikiran berkata, saya tidak pernah membahas hidupmu. Kenapa kok hidupku yang selalu kamu bicarakan. Memang terkadang benar karna kamu peduli, tapi kamu tidak benar-benar tahu apa yang saya pilih. 

Hukum maklum juga berlaku dalam dewasa dalam diam. Jadi begini, ketika saya tahu orangnya memang sulit berubah. Bahkan sampai lebaran monyet, orang ini tetap begitu saja. Sulit dinasehati alias dablek, maka hukum maklum pun berlaku. Tidak mungkin setiap kali orang tersebut melakukan sesuatu yang salah harus saya beritahu agar diperbaiki. Kalau saya ngurusin orang seperti ini, saya cuma buang-buang waktu saja.

Diam itu menurut saya dewasa. Tapi ada juga yang memang orang yang suka disebut pendiam. Keduanya sangat berbeda meski sama-sama pendiam. Ada yang karna malu dan kurang percaya diri, dan ada juga yang sedang sekedar mengamati, bertindak dan berkata-kata sesuai porsinya.

Dulu saya bukan orang yang termasuk pendiam. Malah saya lebih menyukai suasana ramai dan membuatnya terlihat ramai. Entah karna dibuat-buat atau sengaja, agar mereka tahu bahwa hidup itu indah bila dijalani senyum dan tawa.

Sekarang rasanya itu tak berarti. Saya sempat berpikir bahwa mungkin keadaan saya saja dan sikon yang membuat saya lebih menenggelamkan diri pada keheningan. Ternyata tidak. Saya benar-benar melakukannya. Cuek, abai dan sibuk pada diri sendiri (memilih konsen pada sesuatu, semisal acara).

Saya harap, seorang yang pendiam jangan dianggap orang yang sombong atau tidak menghormati. Bisa saja, ia seperti saya. Atau juga, ya memang orangnya pendiam.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh