Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Acara Tidak Ada Duitnya; Tidak Jadi Datang


[Artikel 102#, kategori blogger] Mau tidak mau, dunia yang saya hadapi sekarang terus semakin maju. Saya harus bersikap realistis dan menerima, meski dalam hati tidak terima. Kenyataannya demikian, dan keadaan akhirnya juga yang memaksa untuk bersikap 'mau tidak mau'.

Beberapa bulan lalu, sebuah pesan datang sebelum esok diadakan acara yang mengundang para pemilik blog. Salah satu pemilik blog yang saya kenal bertanya dengan menjabarkan alasan bahwa pertanyaan itu bukan datang darinya, tapi teman yang berencana hadir. Apakah acara besok ada duitnya?

Keadaan yang sebenarnya sudah biasa dan lebih parah dari ini, tapi baru kali ini yang bertanya demikian, membuat saya seolah terpana sesaat. Kemudian hening beberapa detik, lalu berteriak memaki-maki tapi hanya di dalam hati.

Setelah tenang, saya harus bersikap bahwa itu sudah lumrah dan pembuat konten sudah seharusnya dibayar. Apalagi brand yang mengajak acara juga punya nama besar. Ini percakapan saya yang masih saya ingat sampai sekarang.

Tidak tahu, apakah itu ada duitnya atau tidak.
Apalagi acara juga baru esok.
Analisis saya mengatakan esok itu tidak ada duitnya sepertinya.
Tapi sebagai pemilik blog, saya memikirkan konten yang menarik untuk dibawa ke blog saya (semacam meyakinkan agar tidak terlalu jadi kapitalis).

Dan benar acara esok harinya, ia tidak datang. Saya tidak membenci sikapnya yang terang-terangan bertanya kepada saya. Saya sadar, ini sudah eranya. Dan itu wajar.

Kenyataan yang terus akan dihadapi

Saya mengerti bahwa seolah saya lebih berarti atau lebih tinggi bicara ini dari sudut pandang saya yang sudah lama menggeluti dunia perblogeran. 
'Dunia yang saya hadapi sekarang, sudah tidak sesederhana lagi.'
Bukan-bukan. Saya hanya menceritakan bahwa dunia yang saya terus percayai ini sudah tidak sesederhana seperti dulu lagi.

Membuat konten dengan mengeluarkan segala pemikiran dan tenaga hingga materi (menuju lokasi semisalnya butuh bensin) sudah seharusnya dibayar alias dihargai.

Berkarya di era sekarang butuh biaya. Mau jadi apa kalau terus-terusan diminta datang dan gratis. Padahal saluran-saluran yang dibangun (baca media sosial) melalui waktu yang panjang dan uang yang tidak sedikit untuk mengisi kuota internet, beli kopi, tiketing, bensin dsb.

Mau bicara menjadi orang baik, tidak mudah tentunya sekarang. Bila ada pun, hanya sebuah tepukan tangan dan kata hormat yang tidak mengenyangkan (keuangan).

Perjalanan yang penting

Buat saya pengalaman ini adalah perjalanan penting bagaimana jalan yang sudah dirintis sudah tidak sepi lagi dari orang-orang.

Saking banyaknya, bahkan datang dengan beragam cara (sifat, rasa dan sudut pandang), jalanan yang dulu tinggal jalan, tidaklah mudah sekarang. Toilet aja bayar, masa pekerjaan tidak mau dibayar.

...

Saya adalah bagian dari sejarah panjang bagaimana perblogeran tanah air dari awal saya kenal lewat kendaraan yang bernama dotsemarang.

Saya hanya bisa menuliskan untuk diceritakan. Bukan untuk menjadi bahwa saya paling benar atau merusak sebuah hubungan. Sekali lagi ini lumrah dan hanya sebagian kecil saja.

Saya percaya, masih banyak orang baik di luar lingkaran saya pastinya. Dan saya juga harus sudah memikirkan untuk tidak selalu menjadi baik, datang dan sekedar mengejar konten.

Artikel terkait :

Komentar

  1. gabung dengan media mainstream kak, sebagai peliput. Hobi tetep tersalurkan, materi tetep terjamin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok nyuruh gabung, bukannya selama ini aku sama mereka. Intinya ini itu ada beberapa bloger yang melakukan hal ini. Dan ini terjadi di tahun 2019. Soal materi, gak usah dipikirkan. Malah aku berharap kamu seperti yang dulu

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh