Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

2 Hari yang Melelahkan Untuk Acara Dugderan


Menyenangkan memang saat mencintai apa yang dilakukan. Semangat 45 seolah mengalahkan irama tubuh yang mulai lelah. Ah, ini sudah biasa. Seharusnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Acara tahunan Semarang ini memang selalu menguras tenaga lebih banyak daripada biasanya.

Beberapa hari menjelang puasa, kota Semarang menggelar tradisi dugderan. Dilaksanakan selama 2 hari, tepatnya tanggal 15-16 Juni 2015. Untuk tanggal 15 Juni dilakukan di lapangan Simpang Lima. Sedangkan 16 Juni dimulai dari Balaikota dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah.

Yang menarik dari tradisi tahun ini adalah keikutsertaan mobil hias yang sebenarnya sebagian besar adalah buat acara pawai produk unggulan pangan kota Semarang. Mobil-mobil ini terlihat meriah saat berada di lapangan Simpang Lima.

Sebagai blogger tentu acara seperti ini sangat menarik khususnya dotsemarang yang selalu menceritakan tentang kota Semarang ini. Meski selalu menarik, dibaliknya saya harus jujur ini cukup melelahkan.

Tanggal 15 Juni, mau tidak mau saya harus menghabiskan waktu lebih dari 3 jam hanya untuk melihat lebih dekat dan merekamnya proses acara. Tanggal 16 Juni, saya malah tak ingin tubuh ini benar-benar drop. Hanya berhasil mengabadikan acara yang ada di Balaikota. Sisanya terpaksa dilewati.

Intinya, alur yang harus diikuti untuk hari kedua masih sama. Jadi tidak ingin repot saja. Semua aktivitas lagian saya hanya menggunakan sepeda. Selain meminimalisir macet, naik sepeda itu menyenangkan dan menyehatkan.

...

Ribuan orang tumpah ruah selama 2 hari acara ini berlangsung. Berbagai lensa kamera, baik yang pro maupun dari smartphone berlomba mengabadikan setiap momen.

Semoga tradisi ini tetap lestari dan selalu menarik perhatian. Sebagai seorang blogger, mungkin hanya ini yang bisa disebut sumbangsih untuk peduli dengan kota.

Selamat berpuasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh