Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

2 Hari yang Melelahkan Untuk Acara Dugderan


Menyenangkan memang saat mencintai apa yang dilakukan. Semangat 45 seolah mengalahkan irama tubuh yang mulai lelah. Ah, ini sudah biasa. Seharusnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Acara tahunan Semarang ini memang selalu menguras tenaga lebih banyak daripada biasanya.

Beberapa hari menjelang puasa, kota Semarang menggelar tradisi dugderan. Dilaksanakan selama 2 hari, tepatnya tanggal 15-16 Juni 2015. Untuk tanggal 15 Juni dilakukan di lapangan Simpang Lima. Sedangkan 16 Juni dimulai dari Balaikota dan berakhir di Masjid Agung Jawa Tengah.

Yang menarik dari tradisi tahun ini adalah keikutsertaan mobil hias yang sebenarnya sebagian besar adalah buat acara pawai produk unggulan pangan kota Semarang. Mobil-mobil ini terlihat meriah saat berada di lapangan Simpang Lima.

Sebagai blogger tentu acara seperti ini sangat menarik khususnya dotsemarang yang selalu menceritakan tentang kota Semarang ini. Meski selalu menarik, dibaliknya saya harus jujur ini cukup melelahkan.

Tanggal 15 Juni, mau tidak mau saya harus menghabiskan waktu lebih dari 3 jam hanya untuk melihat lebih dekat dan merekamnya proses acara. Tanggal 16 Juni, saya malah tak ingin tubuh ini benar-benar drop. Hanya berhasil mengabadikan acara yang ada di Balaikota. Sisanya terpaksa dilewati.

Intinya, alur yang harus diikuti untuk hari kedua masih sama. Jadi tidak ingin repot saja. Semua aktivitas lagian saya hanya menggunakan sepeda. Selain meminimalisir macet, naik sepeda itu menyenangkan dan menyehatkan.

...

Ribuan orang tumpah ruah selama 2 hari acara ini berlangsung. Berbagai lensa kamera, baik yang pro maupun dari smartphone berlomba mengabadikan setiap momen.

Semoga tradisi ini tetap lestari dan selalu menarik perhatian. Sebagai seorang blogger, mungkin hanya ini yang bisa disebut sumbangsih untuk peduli dengan kota.

Selamat berpuasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun

Blog Personal Itu Tempat Curhat