Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Wanita yang Rindu Anaknya


Jangan pandang tubuh mungilnya seperti wanita pada umumnya di era sekarang yang mudah menyerah dan pergi meninggalkan suami-suami mereka. Wanita ini bertahan karena sebuah alasan kuat, anak-anaknya.


Saya sedang menceritakan ibu saya yang berkunjung ke Semarang untuk menengok anak lelaki pertamanya yang jarang pulang. Seorang wanita tangguh yang pergi meninggalkan kesenangannya di tempat asalnya untuk sekedar bersenda gurau dan menasehatinya arti penting peran seorang ibu.

Anak yang keras kepala tersebut adalah harapan ibunya. Harapan semua keluarganya dan juga motivasi bagi saudara-saudaranya. Entah apa yang ia inginkan dengan sifat kerasnya yang hanya bermodal tekad dan mimpi untuk menjadi manusia seutuhnya.

Ini yang dikatakan seorang ibu kepada pria yang tahun ini berusia 29 tahun. Kapan wisuda, menikah, pergi haji ibunya, pulang, telpon adikmu, rendah diri dan segudang pikiran yang tersimpan di memori setelah anaknya jarang pulang.

Saya sadar tentang keputusan pergi ke Semarang tahun 2007. Apalagi semenjak itu sang anak belajar mandiri, tidak membebani ibunya dan keluarganya, ditambah ia juga dibantu keluarga sahabatnya. Sosoknya kini adalah hasil dari didikan sang pengalaman yang banyak mengajarkan kesetiaan, kebahagian, kesedihan dan keikhlasan.

Sang anak masih belajar menjadi orang baik. Baginya menjadi orang baik sangat sulit. Beberapa hari bersama ibunya, ia seolah mengerti dunia dan tanpa sadar ada tali yang membentang antara jaman sekarang dan jaman dulu.

Produk modern yang sok tahu dan mencari pembenaran. Akhirnya, menjadi orang baik itu tidak cukup dengan segudang ilmu yang dimiliki. Kini, sang ibu sudah kembali ke kota asalnya dan mengikhlaskan dirinya meninggalkan anaknya kembali.

Sang anak? Tetap kekeh dengan pikiran dan mimpi-mimpinya. Yang sebenarnya berharap ingin membuktikan sesuatu kepada ibu dan keluarganya. Hanya saja masih butuh waktu dan waktu.

Love U, Mom!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh