Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Wanita yang Rindu Anaknya


Jangan pandang tubuh mungilnya seperti wanita pada umumnya di era sekarang yang mudah menyerah dan pergi meninggalkan suami-suami mereka. Wanita ini bertahan karena sebuah alasan kuat, anak-anaknya.


Saya sedang menceritakan ibu saya yang berkunjung ke Semarang untuk menengok anak lelaki pertamanya yang jarang pulang. Seorang wanita tangguh yang pergi meninggalkan kesenangannya di tempat asalnya untuk sekedar bersenda gurau dan menasehatinya arti penting peran seorang ibu.

Anak yang keras kepala tersebut adalah harapan ibunya. Harapan semua keluarganya dan juga motivasi bagi saudara-saudaranya. Entah apa yang ia inginkan dengan sifat kerasnya yang hanya bermodal tekad dan mimpi untuk menjadi manusia seutuhnya.

Ini yang dikatakan seorang ibu kepada pria yang tahun ini berusia 29 tahun. Kapan wisuda, menikah, pergi haji ibunya, pulang, telpon adikmu, rendah diri dan segudang pikiran yang tersimpan di memori setelah anaknya jarang pulang.

Saya sadar tentang keputusan pergi ke Semarang tahun 2007. Apalagi semenjak itu sang anak belajar mandiri, tidak membebani ibunya dan keluarganya, ditambah ia juga dibantu keluarga sahabatnya. Sosoknya kini adalah hasil dari didikan sang pengalaman yang banyak mengajarkan kesetiaan, kebahagian, kesedihan dan keikhlasan.

Sang anak masih belajar menjadi orang baik. Baginya menjadi orang baik sangat sulit. Beberapa hari bersama ibunya, ia seolah mengerti dunia dan tanpa sadar ada tali yang membentang antara jaman sekarang dan jaman dulu.

Produk modern yang sok tahu dan mencari pembenaran. Akhirnya, menjadi orang baik itu tidak cukup dengan segudang ilmu yang dimiliki. Kini, sang ibu sudah kembali ke kota asalnya dan mengikhlaskan dirinya meninggalkan anaknya kembali.

Sang anak? Tetap kekeh dengan pikiran dan mimpi-mimpinya. Yang sebenarnya berharap ingin membuktikan sesuatu kepada ibu dan keluarganya. Hanya saja masih butuh waktu dan waktu.

Love U, Mom!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh