Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kadang Iri dengan Mereka (Bloger)


[Artikel 44#, kategori motivasi] Motivasi saya ngeblog saat ini merupakan buah dari keyakinan saya dimasa lalu yang berharap bloger bisa dijadikan sebuah profesi. Meski ada yang menganggap sampingan dan digarap serius dengan sebuah harga domain, saya tetap berusaha bertahan. Membunuh waktu, memeras keringat dan berinisiatif menelusuri jalan yang kini sudah sangat ramai.

Namun betapa hebatnya saya mengarungi perjalanan dengan tetap menjunjung sikap rendah hati, terkadang sisi manusia saya datang dengan sendirinya. Saya iri dengan mereka. Masa lalu kami sama, pemilik blog, namun jalan kami sudah berbeda. Saya terus berjalan tanpa henti, sedangkan mereka beristirahat dalam diam tanpa kata. 

Anehnya, tempat yang kami tuju ternyata sama. Mereka duduk di sana sambil khidmat melihat, kami dibayar dengan harga yang sama. Rasanya saya ingin marah dan menyerah. Lalu, apa yang salah dengan saya. Mereka yang lama tak terdengar dan terlihat, tanpa update secara konsisten pun, bisa berada dalam satu ruangan yang sama. Apakah ini adil, pikiran saya berkata yang diwakili sosok diri saya berwarna merah mirip iblis.

Saya lupa sepertinya jika saya manusia. Selama ini mungkin saya sudah terlalu jauh berjalan tanpa melihat kebelakang. Sebagian menganggap saya hebat, sebagian lagi mungkin menganggap saya konyol. Saya seperti ditampar anak kecil dan disuruh berhenti. 

Saya lupa tujuan awal saya dan misi yang dibawa. Semoga pelajaran hari ini menyadarkan saya bahwa saya belum benar-benar berjalan di jalan yang saya anggap benar. Masih banyak sudut pandang lain yang harus saya kritisi untuk membuat saya bangkit dan bangkit lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun