Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Usia Anak, Salah Satu Alasan Cepat Nikah


Seperti biasa, saya terlibat obrolan seru dengan pengemudi taksi berbasis aplikasi online yang beberapa kali saya gunakan. Malam ini, saya mendapat driver pria muda yang umurnya lebih tua dari saya namun beda beberapa tahun saja. Obrolan kami malah nyasar tentang alasan menikah.

Saya baru selesai berkunjung ke Jateng Fair 2017. Entah karena saya apes salah milih hari atau memang waktunya kurang tepat, pengunjung masih sepi-sepi saja. Pikiran saya malah galau, bagaimana saya menulis ini bila panggung yang saya lewati tadi, benar-benar tanpa penonton (selain operator dan panitia).

Mobil yang saya pesan sudah tiba beberapa saat setelah saya menunggu di depan pintu gerbang. Kami sempat terlibat obrolan seru tentang dunia blogging. Saya pikir pertanyaan blog dari dulu sampai sekarang masih sama, bagaimana mendapatkan penghasilan dari blog? 

Saya jadi bingung menjelaskannya. Mungkin nanti saya buatkan artikel lain, mengingat pertanyaan ini selalu dilontarkan kepada saya.

Alasan menikah

Driver saya kali ini tanpa sengaja menceritakan bagaimana hidupnya di masa lalu. Yang menarik dari pria yang bekerja sebagai marketing perusahaan mobil ini pernah tinggal di Jakarta. Saya tidak menyangka ia menikah di usia 29 tahun. Sebagai pria yang hidup masa kini dan berhasil menaklukkan ibu kota, saya pikir itu tidak masuk akal.

Jakarta dengan tingkat stres tinggi dan surgawinya dunia, menjadi pria nakal dalam artian bersenang-senang ternyata masih ada sosok yang sadar bahwa menikah di bawah kepala 3 itu keharusan. Saya memberi applaus kalau begitu.

Ternyata, malam cerah kota Semarang yang kami lewati ini menjadi saksi bagaimana driver saya ini bercerita tentang alasan mulianya mengapa ia menikah? Usia anak, katanya dengan perasaan bahagia.

Ia mengamati banyak pria dewasa yang telah menikah dan punya anak, yang seharusnya pensiun, harus masih bekerja banting tulang dan mengalami stres. Pengamatannya tersebut membuatnya yakin bahwa ia tidak ingin menjadi pria dewasa yang kesulitan di usia tua karena memikirkan banyak kebutuhan anaknya.

Semakin tua kita menikah, kasian si anak katanya. Dan sebagai orang tua, tentu kebutuhan anak mereka semakin besar. Mau tidak mau, ini jadi masalah kedepannya.

Jawaban dari driver saya ini sebenarnya ada benarnya juga. Namun ketika bicara ibukota, anak muda, dan nakalnya pria, saya masih belum puas dengan alasannya. Pikiran saya langsung menjadi sebuah pertanyaan tentang posisinya dalam keluarga kandungnya. Oh anak ketiga, pantes ternyata (dalam hati).

Entah karena kebetulan atau tidak, bila posisinya sebagai anak pertama yang sama seperti saya, menikah di umur segitu kadang harus berpikir 2x. Karna bila bukan berasal dari keluarga kaya yang mewarisi banyak harta, pandangan tersebut sangat kurang.

Saya mengerti bahwa tiap orang memiliki pikiran berbeda. Namun sebagai pria, tentu saya sedikit tahu tentang kebiasaan tersebut.

Mungkin bila waktu kami masih panjang, obrolannya tidak akan selesai hanya dalam waktu kurang dari 1 jam. Rumah saya sudah dekat dan terpaksa, saya harus menyudahi obrolan yang menyenangkan selama perjalanan.

...

Saya berharap secepatnya menikah juga, meski entah kapan. Dari orbolan kami, driver saya tadi akhirnya mengorbankan banyak mimpi demi kebahagiaan yang ia yakini. Ia benar-benar bekerja keras mencari nafkah, maka tak heran menjadi driver taksi online ia lakukan meski sekedar sampingan.

Bila kamu adalah pria yang belum menginjak usia kepala 30 tahun, sebaiknya memikirkan ini juga dari sekarang. Menikahlah bila harus dilakukan dengan syarat mampu dengan semua hal yang dibutuhkan dirimu dan keluargamu.

Dan kalau bisa, tetap jaga mimpimu hingga usia anakmu terus bertambah dewasa. Kadang mimpi masa muda yang sudah dibangun harus kalah dengan motivasi membahagiakan keluarga dari segi materi. 

Memang ada dua pilihan yang mirip mata koin yang harus kita pilih setelah dilempar ke atas. Tidak ada yang bisa membuat kita memilih dua-duanya. Bila bisa, itu luar biasa. Terima kasih buat pengalamannya, masbro.

Gambar : Ilustrasi

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh