Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Selamat Tinggal Era Kolaborasi, Selamat Datang Era Kompetisi


[Artikel 49#, kategori motivasi] Meninggalkan kolaborasi bukan berarti saya tidak memahami kerja sama di era sekarang. Saya sudah memproklamirkan era ini saat dotsemarang masih aktif berkomunitas dan mengemas acara yang dinamakan 'kopdarSMG'. Kini, perhatian saya tertuju pada kompetisi. Meski dari banyak sisi, saya bukanlah apa-apa.

Ini hanya mengubah pola pikir saja. Bagaimana sesaknya timeline Twitter sekarang atau media sosial lainnya dikerumuni bloger. Saya pikir nilai jual branding mereka tidak sama lagi dengan nilai apa yang mereka katakan.

Contohnya, hari ini bicara produk A. Besok produk C, D dan seterusnya. Sebagian bloger ada yang lupa bahwa isi timeline setelah kampanye produk tidak diisi tentang siapa mereka. Apakah timeline mereka ramai karena ada acara atau kampanye saja. Bila tidak, apakah mereka tidak bicara?

Agustus 2016

Postingan saya tentang 'Membangun 3 Unsur Konten Ini Di Era Media Sosial' sudah saya buat dan menjadi acuan untuk diri saya sendiri. 

Maka saat mendengar Kementerian Pariwisata mendatangkan influencer atau bloger dari Korea beberapa minggu lalu, saya jadi prihatin. Begitu pentingnya era pemasaran digital menggandeng orang-orang berpegaruh dari luar, seperti membuat orang dalam negeri sendiri kurang punya taji.

Tapi, bukan tentang itu mengapa Kementerian Pariwisata membutuhkan mereka. Saya yakin, dan kamu juga mengerti bahwa penyebaran informasi dengan menggandeng mereka, membuat informasi semakin luas. Tentu imbasnya nilai jual Indonesia lebih luas lagi.

Yang saya perhatian ini adalah hadirnya influencer Korea ke Indonesia yang langsung didatangkan, ini sama saja membuka peluang bagi influencer negara-negara lain untuk datang ke Indonesia.

Dari sisi konten, tentu jadi lebih menarik. Namun dari sisi arus informasi, ini bisa memprihatinkan. Masa orang Korea atau negara lain bisa menulis Indonesia sedangkan kita yang tinggal di Indonesia malah menikmati saja dan mengucapkan rasa terima kasih.

Mei 2016

Saya menulis dengan judul 'Bersaing dengan Blogger luar'. Tulisan tersebut terinspirasi dari pidato pak Jokowi bahwa kita ini sudah memasuki era kompetisi. Kompetisi ini bukan lagi antar kota maupun provinsi, tapi antar negara.

Setahun berlalu, saya belum menemukan apa yang saya cari dan siapa yang saya lawan dari negara lain. Beberapa media sosial bloger luar yang saya ikuti, rata-rata sudah ahli semua. Bersaing dengan mereka, saya seperti bunuh diri. Apalagi hanya mengandalkan domain gratisan. *Saya punya alasan kuat mengapa menggunakan blogspot.

Selamat tinggal era kolaborasi

Ketika mendengar beberapa teman yang bicara ini waktunya kolaborasi, jujur saja saya tidak mengerti. Padahal kolaborasi sudah didengungkan beberapa tahun silam. Apakah mereka yang baru mengetahui atau lambat mendapatkan informasi.

Bukan menyepelekan hal seperti ini atau memberi kesan negatif. Hanya saja saya ingin mengatakan pada diri sendiri bahwa era kolaborasi sudah saya tinggalkan.

Saya harap masih bisa mendukung kolaborasi. Namun jangan harap mengajak saya kembali ke era ini, dimana saya sudah menikmati manis pahitnya kolaborasi.

...

Postingan ini saya tujukan diri saya tahun 2018, sebagai pengingat dan sebagai perhatian bahwa saya harus berpikir lebih jauh lagi. 

Selamat tinggal era kolaborasi. Saya tidak membencinya atau menjauhi, saya hanya sedang menaikkan level saja agar menjadi lebih baik lagi bersama dotsemarang.

Bagaimana dengan kamu, apakah kamu ingin berkolaborasi atau ingin mengikuti jejak saya dengan menaikkan level lagi?

Artikel terkait :

Komentar

  1. Saya suka bagian ink mas "Contohnya, hari ini bicara produk A. Besok produk C, D dan seterusnya. Sebagian bloger ada yang lupa bahwa isi timeline setelah kampanye produk tidak diisi tentang siapa mereka. Apakah timeline mereka ramai karena ada acara atau kampanye saja. Bila tidak, apakah mereka tidak bicara?" Mewakili apa yg sy perhatikan belakangan, akun twitter dg bio blogger tiap hr gonta-ganti produk yg buzz, sy cuma khawatir aja, akhirnya "tak ada idealisme" bahkan terbayang misal kejadian ada 2 produk sejenis yg di buzz bahkan bbrpa masuk ranah yg sensitif misal nerima order dr perusahaan kertas yg mengcounter isu kebijakan pemerintah terkait peraturan kehutanan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sudah menulis tentang ini dan tipsnya, yaitu membuat akun lain yang berbicara produk atau kampanye. Hanya saja, era influencer yang sedang banyak diminati, mau nggak mau yang memberi keuntungan kadang ada dampak buruk yang gak kelihatan.

      Kita lihat tahun 2018, apakah akan semakin merajalela atau tidak.

      Hapus
    2. siap mas, menarik untuk di amati :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh