Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Dejavu, Apakah Makna Kali Ini Buat Saya?


[Artikel 27#, kategori Causeway] Percaya nggak percaya, saya merasakan sesuatu yang berulang kembali. Padahal saya sudah optimis mengarungi tahun 2018 dengan penuh rasa percaya diri. Mungkin ini takdir yang memang harus saya jalani sebagai manusia. 

Saya berharap tahun depan saya membaca tulisan ini kembali dan melihat, apakah saya sudah menemukan jawabannya. Bila iya, saya harus menuliskan di lembaran baru sebelum membuat resolusi yang baru lagi. 

Dejavu yang saya maksud di sini adalah tentang kehidupan sehari-hari dengan orang-orang rumah. Tulisan saya tentang tuan rumah sebelumnya mungkin bisa menggambarkan apa yang saya pikirkan. 

Ada banyak orang yang tinggal kini di rumah, dan orang baru ini mengingatkan saya beberapa tahun silam bahwa saya pernah bersama mereka, meski bukan orang yang sama. Saya mengalami hal sama seperti sekarang.

Polanya sama. Teman si tuan rumah. Orang-orangnya selalu menyenangkan dan ramah. Mereka sangat mirip beberapa orang layaknya menyaksikan tim sepakbola kesayangan, Manchester United. 

Selalu ada pengganti untuk posisi yang sama. Dan mereka hadir seperti mengisi kekosongan dari pemain yang beberapa kali mengisi tempat kosong tersebut. Aneh, pikir saya. Tapi ini benar-benar terjadi.

Saya sampai beranggapan bahwa saya dulu pun pernah mengisi posisi tersebut di awal perkenalan dengan si tuan rumah. Semuanya persis dan saya jadi merasa bersalah karena ini. 

...

Bila harus memilih antara keramaian dan kesunyian, saya pasti memilih kesunyian yang membuat perasaan saya lebih tenang dan tidak merasa khawatir tentang apa yang terjadi. 

Semoga durasi mereka menjadi tuan rumah tidak lama seperti apa yang saya perbuat. Soalnya selain saya yang menjadi sangat bersalah, saya juga malah bawa masalah di rumah ini dengan menaruh orang yang sama.

Saya tahun ini benar-benar khawatir dengan kondisi ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh