Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Dejavu, Apakah Makna Kali Ini Buat Saya?


[Artikel 27#, kategori Causeway] Percaya nggak percaya, saya merasakan sesuatu yang berulang kembali. Padahal saya sudah optimis mengarungi tahun 2018 dengan penuh rasa percaya diri. Mungkin ini takdir yang memang harus saya jalani sebagai manusia. 

Saya berharap tahun depan saya membaca tulisan ini kembali dan melihat, apakah saya sudah menemukan jawabannya. Bila iya, saya harus menuliskan di lembaran baru sebelum membuat resolusi yang baru lagi. 

Dejavu yang saya maksud di sini adalah tentang kehidupan sehari-hari dengan orang-orang rumah. Tulisan saya tentang tuan rumah sebelumnya mungkin bisa menggambarkan apa yang saya pikirkan. 

Ada banyak orang yang tinggal kini di rumah, dan orang baru ini mengingatkan saya beberapa tahun silam bahwa saya pernah bersama mereka, meski bukan orang yang sama. Saya mengalami hal sama seperti sekarang.

Polanya sama. Teman si tuan rumah. Orang-orangnya selalu menyenangkan dan ramah. Mereka sangat mirip beberapa orang layaknya menyaksikan tim sepakbola kesayangan, Manchester United. 

Selalu ada pengganti untuk posisi yang sama. Dan mereka hadir seperti mengisi kekosongan dari pemain yang beberapa kali mengisi tempat kosong tersebut. Aneh, pikir saya. Tapi ini benar-benar terjadi.

Saya sampai beranggapan bahwa saya dulu pun pernah mengisi posisi tersebut di awal perkenalan dengan si tuan rumah. Semuanya persis dan saya jadi merasa bersalah karena ini. 

...

Bila harus memilih antara keramaian dan kesunyian, saya pasti memilih kesunyian yang membuat perasaan saya lebih tenang dan tidak merasa khawatir tentang apa yang terjadi. 

Semoga durasi mereka menjadi tuan rumah tidak lama seperti apa yang saya perbuat. Soalnya selain saya yang menjadi sangat bersalah, saya juga malah bawa masalah di rumah ini dengan menaruh orang yang sama.

Saya tahun ini benar-benar khawatir dengan kondisi ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya