Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kembali Futsal dan Cedera


[Artikel 71#, kategori aktivitas] Sesuatu yang hilang kembali lagi itu menyenangkan dan juga mengasyikkan. Apa beda keduanya, coba? Meski pengeluaran yang seharusnya dapat dihemat, yang namanya candu, tetap saja dibabat. Kembali bermain futsal, malah membawa cedera.

Yang namanya kenikmatan, selalu ada saja yang menemani yang disebut penderitaan. Saya tidak menyesal ketika beberapa menit di lapangan rumput, fisik saya sangat terkuras dan meminta berhenti sejenak kepada yang lain yang sedang duduk menunggu giliran.

Perasaan bahagia itu ternyata harus dibayar mahal dengan penurunan fisik yang sangat drastis. Mungkin karena sudah hampir 1 tahun tidak bermain, meski sering sepedaan, kekuatan tubuh tak dapat menakar berapa lama tubuh bertahan.

Tubuh saya bentangkan menghadap langit-langit layaknya film drama Korea yang aktornya sedang menanti bintang jatuh. Suara nafas dan bunyi detakan jantung lebih terasa terdengar nyaring dari biasanya. Apakah saya baik-baik saja? Pikiran saya ditengah pemain lain yang sedang bermain.

Minggu kedua 

Saya ingin membuktikan bahwa saya punya sejarah masa lalu yang membanggakan dengan sepakbola dan futsal. Maka ajakan kembali bermain di hari yang sama dan tempat yang sama juga kembali saya ambil. Saya perlu mengembalikan fisik saya yang kedodoran luar biasa di minggu pertama kemarin. 

Mungkin karena belum beradaptasi, fisik saya saat kembali bermain saya geber lebih besar. Hasilnya tidak sia-sia. Persiapan matang dengan perlengkapan yang lebih baik dari sebelumnya, meski masih pinjaman (sepatu), tubuh saya masih terlihat normal. Tidak lagi berbaring mencari bintang. Kini lebih tenang dan permainan juga lebih baik. Saya menikmati permainan saya hari ini.

Namun saat semua terlihat baik - baik saja dan menyenangkan, sebuah tekel dari belakang yang terlambat beberapa detik menyapu bola, tubuh saya terpelanting dari lawan yang agak besar. 

Saya tak marah, toh ini biasa dalam sebuah permainan olahraga futsal. Wajah lawan saya sepertinya sangat menyesal. Bahkan selesai pertandingan tim yang saya ikuti, lawan yang menjatuhkan saya tadi menyempatkan menyalami saya dan meminta maaf atas apa yang terjadi. Saya tersenyum sebagai bukti bahwa saya baik - baik saja.

Cedera dan luka 

Pagi menjelang dan tubuh yang terpelanting semalam akhirnya memberi dampak. Sekujur tubuh bagian pinggul ke bawah, sangat berat digerakkan. Semua terasa linu-linu dan kaku. Bau balsem pun tak terhindarkan dari penciuman orang rumah. Biasa menurut saya.

Persoalan ternyata bukan pada tubuh yang kram tersebut. Luka yang tergores semalam rupanya terdapat pada lutut yang bisa dikatakan akan agak lama penyembuhannya. Daerah yang banyak bergerak tersebut membuat luka terbuka seperti tak mau sembuh. Sungguh ini mengganggu semua aktivitas saya. 

Mau tidak mau, kini saya harus pasrah dengan sang waktu. Kegiatan bersepeda yang sempat saya paksakan untuk liputan sepertinya harus saya kurangi. Apalagi besok sudah februari, banyak aktivitas yang sudah menanti.

...

Saya ingin menjaga konsistensi saya bermain futsal ke depan. Rasa bahagia yang lama tidak saya rasakan beserta keringat yang banyak bercucuran, membuat saya sangat bersemangat. 

Saya harap cedera saya ini lekas berakhir dan kembali berdiri di atas lapangan. Meski banyak kenangan masa lalu yang juga harus saya bawa dengan kembali futsal, saya tidak akan pernah menyesal mengingatnya. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya