Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Halo, Sadtember 2022

[Artikel 107#, kategori catatan] Saya ingin sekali menangis hari ini. Meluapkan perasaan dan kemudian selesai untuk kembali menjalani bulan September dengan lebih baik lagi. Entah kenapa, bulan ini seperti pengulangan bulan tahun lalu yang selalu ingin move on.

Dua wanita luar biasa meninggalkan saya, khususnya Ibu kandung yang saya anggap wanita terkuat di dunia. Satunya lagi adalah wanita yang pernah berkata saya nasehat tentang istri yang lebih baik menjadi pelacur buat suaminya sendiri. Semoga tenang di surga sana, Amin!

*Ternyata saya belum menuliskan tentang istri pelacur buat suaminya sendiri.

Tidak bisa menangis

Saya tidak pernah menyangka duka ini datang di bulan Agustus. Bahkan saat ditinggalkan oleh beliau, saya tidak berada di sampingnya dan tidak menangisinya saat berada di kuburannya.

Apakah saya anak tidak berbakti? Begitu banyak beban yang saya pikul untuk umur sekarang seolah harus kuat menghadapi persoalan yang akan kembali datang di masa depan.

Anehnya, saya malah pernah menangisi dia (mantan) dan menyembah-nyembah dirinya agar dia lebih tenang karena kami sedang berkonflik. Luar biasa saya, menangisi seseorang yang akhirnya tidak pernah saya miliki juga.

Betapa begonya saya saat itu. Apalagi setelah itu, dia pergi dengan teman pria lain. Plot twist banget seperti cerita di film. Bahkan sudah bersungguh-sungguh mengeluarkan air mata malah dikhianati ekspetasi.

Saya tidak tahu mengapa saya malah tidak menangisi kehilangan yang lebih berarti dari dirinya. Saya sangat menyesal.

Sekali salah tetap salah

Bulan baru selalu memberi harapan baru. Kesedihan yang ingin saya luapkan selalu gagal karena memikirkan banyak hal.

Entah kenapa saya masih berhubungan dengan dia (mantan). Bahkan, saat jadi mantan pun dia masih juga menyakiti harapan saya. Manusia sekali berbuat kebohongan, maka akan terus melakukannya.

Begitu juga orang-orang disekitar saya. Entah siapa lagi yang harus dipercaya selain diri sendiri. Yang baik saja bisa mengkhianati, apalagi yang pura-pura baik karena rasa penasaran.

...

Itulah sebab menjadi manusia baik tidaklah mudah. Beragam alasan untuk menyelamatkan diri sendiri seolah perbuatan baik yang dilakukan orang lain kepadanya hanyalah cerita kebaikan biasa. Setelah aman, mereka lupa pernah berkata-kata.

Ayo, September! Jangan biarkan saya terpengaruh mereka lagi. Biarkan saya menikmati hidup ini seperti yang saya harapkan. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun

Blog Personal Itu Tempat Curhat