Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Kue Pukis dan Kemasan Ala Banyumas


[Ini adalah artikel keenam kategori kuliner] Pernah makan kue Pukis seperti gambar di atas? Satu tempat seperti itu di tempat saya harganya 7.500 rupiah sekarang. Postingan ini dibuat bukan untuk memberitahu cara membuatnya. Penasaran, kan?

Masih ingat postingan saya soal kue Bingka? Post yang saya buat akhir bulan kemarin. Saya melanjutkan postingan dari sana karna kuliner ini satu paket pas ada di rumah. Sayang aja dibuang (postingan), terutama kemasan yang dibuat. Sangat berbeda dengan gambar di bawah ini.


Lalu, bandingkan dengan gambar berikut ini. 




Bagaimana, beda kan? Ya iyalah *nyelekit. Pasti beda. Pukis Banyumas ini legend lagian. Dan pasti punya pengalaman di atas rata-rata. Setidaknya punya rumah produksi atau pabrik dengan banyak pekerja.

Bandingkan dengan kue Pukis yang satunya, itu kan yang jual di jalan-jalan. Yang buat 1 orang meski terkadang gantian karna kena shift-shift-an.

Tentang kemasan

Kemasan Pukis yang pertama terlihat sederhana dan bahannya mudah didapat di toko-toko. Karena pasarnya hanya disekitar alias satu kawasan dan berada di kerumunan masyarakat yang berbelanja sayuran dekat rumah, kemasan seperti itu sepertinya sudah bagus.

Ketimbang nggak dikasih bungkusan kotak, kita pulang bawa gitu atau disuruh bawa rantang dari rumah. Pasti tambah ribet. Berbeda dengan kemasan Pukis Banyumas yang sepertinya sudah merambah banyak kota di Indonesia.

Tampak lebih menarik dan punya cerita sejarah sebagai kekuatan brand image. Biasanya kalau sudah buat kemasan begitu, pasarnya diperuntukkan buat oleh-oleh. Seperti yang saya dapatkan barengan kue Bingka.

...


Kue Pukis merupakan jajanan tradisional yang sepertinya tiap daerah pasti ada yang menjualnya sekarang ini. Tidak heran saat kita pergi kemana, pasti ada aja.

Saya melihat di dekat rumah yang jual pria paruh baya. Beberapa kilomentar, sepanjang jalan ada juga yang jual Pukis (jalan Gajah).

Meski memiliki bentuk yang sama hanya berbeda sedikit cita rasanya, kemasan adalah hal penting dalam sebuah produksi. Meski begitu, kita juga harus melihat pasar yang dituju. Apakah kalangan wisatawan yang datang ke kota kita atau pengunjung dekat rumah yang tak perlu dandan rapi.

Tiba-tiba ibu hamil lewat.... seksi man!

Ujung-ujungnya malah bahas soal marketing, padahal mau bahas yang agak santai. Haha... Intinya dari postingan ini, saya suka yang Pukis Banyumas. Udah itu saja.

*Tapi kalau pas pengen, tetap beli yang dekat-dekat aja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh