Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kue Pukis dan Kemasan Ala Banyumas


[Ini adalah artikel keenam kategori kuliner] Pernah makan kue Pukis seperti gambar di atas? Satu tempat seperti itu di tempat saya harganya 7.500 rupiah sekarang. Postingan ini dibuat bukan untuk memberitahu cara membuatnya. Penasaran, kan?

Masih ingat postingan saya soal kue Bingka? Post yang saya buat akhir bulan kemarin. Saya melanjutkan postingan dari sana karna kuliner ini satu paket pas ada di rumah. Sayang aja dibuang (postingan), terutama kemasan yang dibuat. Sangat berbeda dengan gambar di bawah ini.


Lalu, bandingkan dengan gambar berikut ini. 




Bagaimana, beda kan? Ya iyalah *nyelekit. Pasti beda. Pukis Banyumas ini legend lagian. Dan pasti punya pengalaman di atas rata-rata. Setidaknya punya rumah produksi atau pabrik dengan banyak pekerja.

Bandingkan dengan kue Pukis yang satunya, itu kan yang jual di jalan-jalan. Yang buat 1 orang meski terkadang gantian karna kena shift-shift-an.

Tentang kemasan

Kemasan Pukis yang pertama terlihat sederhana dan bahannya mudah didapat di toko-toko. Karena pasarnya hanya disekitar alias satu kawasan dan berada di kerumunan masyarakat yang berbelanja sayuran dekat rumah, kemasan seperti itu sepertinya sudah bagus.

Ketimbang nggak dikasih bungkusan kotak, kita pulang bawa gitu atau disuruh bawa rantang dari rumah. Pasti tambah ribet. Berbeda dengan kemasan Pukis Banyumas yang sepertinya sudah merambah banyak kota di Indonesia.

Tampak lebih menarik dan punya cerita sejarah sebagai kekuatan brand image. Biasanya kalau sudah buat kemasan begitu, pasarnya diperuntukkan buat oleh-oleh. Seperti yang saya dapatkan barengan kue Bingka.

...


Kue Pukis merupakan jajanan tradisional yang sepertinya tiap daerah pasti ada yang menjualnya sekarang ini. Tidak heran saat kita pergi kemana, pasti ada aja.

Saya melihat di dekat rumah yang jual pria paruh baya. Beberapa kilomentar, sepanjang jalan ada juga yang jual Pukis (jalan Gajah).

Meski memiliki bentuk yang sama hanya berbeda sedikit cita rasanya, kemasan adalah hal penting dalam sebuah produksi. Meski begitu, kita juga harus melihat pasar yang dituju. Apakah kalangan wisatawan yang datang ke kota kita atau pengunjung dekat rumah yang tak perlu dandan rapi.

Tiba-tiba ibu hamil lewat.... seksi man!

Ujung-ujungnya malah bahas soal marketing, padahal mau bahas yang agak santai. Haha... Intinya dari postingan ini, saya suka yang Pukis Banyumas. Udah itu saja.

*Tapi kalau pas pengen, tetap beli yang dekat-dekat aja.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun