Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Debut Sepatu Baru yang Berakhir Cedera

[Artikel 73#, kategori futsal] Perasaan deg-degan saat memasuki lapangan seharusnya menjadi motivasi besar yang menggebu-gebu. Langkah kaki yang lebih keset karena sepatu baru, rasanya tidak salah mengeluarkan uang untuknya (sepatu). Meski hanya imitasi, sepatu tetaplah sepatu. Yang terpenting bagaimana selanjutnya (performa di lapangan).

Malam ini, Selasa (8/6), saya datang ke tempat futsal dengan bersepeda. Lumayan jaraknya, tapi karna terbiasa,  jarak bukan sebuah halangan bagi saya.

Debut!

Penantian mengganti sepatu futsal baru akhirnya terlaksana. Setelah dirasa sebaiknya ganti karena bagian bawah sepatu jebol, saya pergi ke toko sepatu sore hari sebelum malamnya main futsal.

Harganya kurang dari 100 ribu, sesuai isi kantong yang tersedia. Sebenarnya bila ada pilihan dan uang yang mendukung, tentu saya pilih yang barang asli. Meski pasti harganya lebih mahal, kualitasnya tentu yang terbaik. Sayang masih harus bersabar untuk sekarang.

Rasanya masih kaku saat dicoba langsung dengan berlari kecil di dalam lapangan. Saya memang rutin melakukan pemanasan sebelum bermain. Tujuannya untuk membuat tubuh dapat bergerak sesuai intuisi.

Saya masih dengan posisi menjadi kiper. Dengan kondisi tubuh yang fit, saya berharap bermain lebih baik lagi. Harapannya demikian, tapi entah kenapa dengan pergerakan kaki yang masih terasa tidak enak. Pikiran tentang sepatu baru terlalu mengganjal. Tahu gitu, saya bawa saja yang lama.

Cedera

Salah satu keuntungan jadi kiper adalah jam bermain yang lebih banyak daripada pemain lain. Mungkin itu salah satu alasan bertahan dengan posisi ini.

Dengan banyak waktu tersebut, saya bisa bermain di tim mana pun. Kadang teman jadi lawan, dan lawan malah satu tim. Pokoknya tetap harus fokus agar gawang tidak kebobolan.

Karena posisi saya yang masih tetap tinggal (terus bermain), kali ini saya harus menerima resiko tabrakan dengan salah satu pemain tim lawan.

Posisi lawan yang sudah kosong sambil membawa bola, memancing saya keluar dari garis gawang. Dan brakk!! Kami bertabrakan. Pemain lawan yang tidak bisa mengerem pergerakannya sukses menghantam lengan tangan kiri saya dan bolanya tetap meluncur masuk.

Itu benar-benar sakit dan ekspresi saya kali ini tidak bisa ditutupi. Semoga saja tidak patah, tabrakannya benar-benar parah karena kakinya yang bertemu lengan saya.

Tapi entah kenapa, saya tetap bertahan dan memaksakan untuk terus bermain. Beberapa saat setelah meringis kesakitan, perlahan sakit itu bisa diatasi. Dan kami kembali bermain.

...

Sungguh itu pengalaman buruk tahun ini. Memang selalu ada resiko tiap pilihan yang diambil. Saya masih beruntung sebenarnya, cederanya hanya seperti bengkak dan sakit. Itu tidak patah, namun tetap mengkhawatirkan.

Senyum bangga menggunakan sepatu futsal baru, terpaksa ternodai dengan apa yang terjadi. Semoga ke depannya, pengalaman seperti ini tidak lagi datang. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya