Catatan

Pria (Tidak) Percaya Diri

Gambar
Sesulit itukah menjadi pria yang memasuki kepala 40 yang sebentar lagi? Meski masih ada beberapa tahun tersisa, bukankah masih ada harapan? Ayolah, bisa bisa. Yuk, mari mulai kisah baru lagi. Apa kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja. Terkadang ingin mengatakannya seperti itu karena fisik memang baik-baik saja. Namun, sisi mental ternyata tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang dulunya dianggap sepele, sekarang terasa berat jika dipikirkan. Tidak percaya diri Tak banyak hal yang bisa saya ceritakan di-usia 36 tahun . Apakah tidak mengasyikkan atau hanya kedatangan penyakit malas untuk menulis? Rasa percaya diri saya seperti menghilang. Terutama soal hubungan dan pertemanan. Ketika orang terdekat saja bisa menyakiti, bagaimana dengan dua hal tersebut (hubungan dan pertemanan). Di usia 36 tahun, saya tertampar oleh kenyataan yang saya pikir sudah berjalan semestinya. Benteng terakhir saya, keluarga , sangat tidak masuk akal. Jika mereka saja bisa berbuat begitu, lantas apa yang mau

Vaksin Pertama

[Artikel 30#, kategori kesehatan] Di luar harapan saya sebenarnya. Apalagi berdomisili bukan kota asal, pasti ribet mengurusnya. Dan kota tempat tinggal sekarang pasti pioritas pada masyarakat sendiri dulu (KTP Semarang). Namun setelah menerima surat vaksin, perasaan saya lega. Bismillah, semoga tidak terjadi apa pada tubuh ini.

Lagi-lagi keberuntungan masih hinggap dalam kehidupan saya hari ini. Jalur vaksin yang saya dapatkan pun juga buah dari aktivitas yang saya jalanin, yaitu blogger. Dengan keyakinan bahwa aktivitas menulis tersebut sebagai pekerjaan, saya bisa vaksin. Apa yang saya rasa sulit, ternyata dimudahkan.

Terima kasih sekali buat seseorang yang membantu saya dengan memberi akses jalur media. Jalur yang isinya wartawan atau sebangsa jurnalis (TV, Radio, Surat Kabar, Media Online dsb). Semoga kesehatan selalu diberikan kepadanya dan kita semua.

Kesiangan

Beberapa hari sebelumnya, saya mengisi form online. Tidak buru-buru untuk mendapatkan jadwal sebenarnya, karena saya tahu diri. Yang penting mengisi dulu. Entah kapan diberikan jadwal vaksin pokoknya.

Tanggal itu datang tanpa saya pikirkan atau ngebet ingin vaksin. Satu hari sebelum tanggal vaksin, pesan lewat WhatsApp datang yang menginfokan esok saya sudah bisa vaksin. 

Lega tapi mengkhawatirkan, perasaan saya setelah membaca berulang kali pesan tersebut. Bagaimana tidak khawatir, apakah nanti akan ada tes swab? Terkadang ini mengganggu karena hasilnya bisa tidak terduga. Takutnya positif. Padahal tubuh baik-baik saja.

Hari H tiba, Selasa (22/6), pikiran tentang rasa khawatir langsung sirna kala tes swab tidak ada ternyata. Namun saya datangnya kesiangan dari yang dijadwalkan.

Sudah banyak orang duduk menunggu panggilan. Kertas saya yang diberikan setelah menunjukkan bukti undangan vaksin tertera nomor antrian 167. Waduh, butuh berapa lama di sini?

Yasudahlah, tidak mungkin saya kembali. Apalagi sudah membayar ojek online untuk ke sini dengan harga yang hitungannya besar. Padahal pemasukan sedang tidak bagus akhir-akhir ini.

Proses yang lancar

Entah sudah berapa lama saya duduk menunggu sambil membaca komik agar waktu tidak terlalu dipikirkan. Beberapa orang bahkan ada yang baru datang dan terlihat nomor antrian hingga 200 lebih. Mereka tentu lebih lama dari saya.

Yang ditunggu tiba juga. Nomor saya dipanggil. Kertas yang sudah diisi data diri saya serahkan. Perempuan berkerudung yang duduk di depan saya mulai mengukur detak jantung menggunakan alat yang ditaruh di lengan. Alhamdulillah normal.

Setelah itu, saya dipersilahkan masuk gedung semacam aula. Saya langsung ke meja registrasi untuk kembali mengisi data diri. Kemudian, lanjut lagi ke meja dokter yang mencatat semua data kesehatan. Seperti riwayat penyakit, apakah ada asma, jantung dan sebagainya. 

Dan proses terakhir menuju meja vaksin. Hanya menunggu sesaat, kemudian datang ke meja dokter. Mengisi absen dengan nama dan nomor identitas diri (NIK). 

Ada momen saya meminta air yang tersedia di meja dokter tersebut. Saya lupa bawa air minum, dan sungguh haus sekali. Maksud hati menunjuk botol, tapi yang dikasih air gelas. Dokternya ternyata...

Lemaskan tubuhnya ya, mas. Begitu perintah si dokter sebelum menyuntikkan vaksin ke lengan kiri saya. Perasaan khawatir karena jarum suntik tidak terjadi. Malah saya kaget, jarum suntik tidak terasa sama sekali.

Proses selesai. Tinggal menunggu surat resmi bahwa saya telah divaksin. Sangat lega dan bersyukur untuk hari ini. Suasana di sini (dalam aula) sangat ramai, namun tetap protokol kesehatan. Beragam orang berkumpul, tapi saya tidak mengenal satu pun.

Nama saya dipanggil, itu artinya saya akan menerima surat dan pulang. Kaki saya melangkah ke depan meninggalkan orang-orang yang sedang menunggu. Petugas yang memberikan surat resmi telah vaksin mengingatkan saya bahwa saya harus kembali untuk vaksin kedua sebulan lagi.

Setelah mendengarkan dengan seksama dan mengucapkan terima kasih, saya keluar dan selesai semua proses vaksin hari ini. 

..

Oh ya, sempat ditanya sama petugas saat menerima surat resmi telah vaksin tentang keluhan setelah vaksin. Seperti pusing atau hal lainnya. Saya jawab, tidak terjadi apa-apa. Saya baik-baik saja.

Hingga tulisan ini saya buat, saya baik-baik saja. Sedikit pening sebenarnya, pas sore hari. Mungkin karena lelah saja karena belum makan dan sudah jarang beraktivitas dengan durasi waktu lama di luar.

Untuk menjaga kondisi tetap baik-baik saja, terpaksa jadwal futsal saya batalkan. Saya tidak ingin terjadi apa-apa, dan istirahat mungkin akan membuat proses vaksin berjalan lebih lancar.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Crowned Clown, Drama Korea Kerajaan yang Bercerita Raja yang Bertukar Karena Wajah Kembar

Jab Harry Met Sejal, Film India Tentang Pria yang Berprofesi Sebagai Pemandu Wisata

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun