Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Pelupa

[Artikel 17#, kategori keluarga] Bagi saya, dia adalah wanita hebat. Bertahan hingga sekarang dari suami yang masih tak sempurna. Banyak pengalaman pahit yang saya rasakan saat bersamanya. Entah, sejak kapan saya mengaguminya untuk menjadikan patokan calon istri saya di masa depan. Namun kondisinya sekarang, ia menjadi pelupa. Semoga tidak bertambah parah.

Dalam sebuah perjalanan menggunakan kendaraan bersama ibu tuan rumah, beberapa bulan lalu, kami berbincang tentang perempuan yang menjadi istri.

Era sekarang memang berbeda dengan jaman ibu saya dulu yang tlah memutuskan menikah muda dengan Ayah saya. Ketika perempuan dulu sanggup bertahan dengan pasangannya meski banyak konflik, mereka tetap bertahan.

Saya sudah melewati berbagai macam penderitaan sebagai anak, tapi anehnya keduanya tetap bertahan. Berkaca dengan diri sendiri yang beberapa kali memiliki hubungan, meski sebatas pacaran, jangankan berperang mulut, cemburu saja sudah ditinggalkan. 

Perasaan ditinggalkan tersebut seperti trauma yang terus menseleksi siapa wanita yang akan jadi calon istri saya. Pada akhirnya, alasan belum menikah adalah melihat materi. Bagaimana menahan wanita yang ingin pergi kala menahannya dengan kebahagiaan tapi tak punya biaya.

Pelupa

Ah, maafkan saya mengambil beberapa paragraf memasukkan curhatan hubungan asmara saya. Kembali berbicara tentang dia, maksud saya beliau, Ibu saya.

Perasaannya terkadang bahagia yang disimbolkan dengan tertawa. Namun sisi lain bisa mendadak menangis kala hatinyaa terenyuh atau sedang digodain.

Saya tidak terganggu, karna wajar sudah berusia. Serangan stroke yang menimpanya dulu juga adalah alasan bagaimana beliau tidak lagi begitu aktif seperti ibu tuan rumah yang masih bisa jalan-jalan ke mal.

Dan kepulangan hari ini membawa sebuah fakta baru yang tak saya bayangkan. Beliau sudah menjadi pelupa, meski masih kecil bila diukur bentuknya.

Jadi kasian melihatnya, apalagi mendengar keluh kesahnya karena pelupanya membuatnya merepotkan orang. Seperti semisalnya memasak, dia lupa telah memasak.

Saya harap beliau tetap sehat selalu dan menjaga pola makannya. Memang harus ada orang yang menjaga dan mengarahkannya untuk lebih baik. Semoga keluarga terus memperhatikan. Termasuk saya, meski dari jarak yang jauh.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh