Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Pelupa

[Artikel 17#, kategori keluarga] Bagi saya, dia adalah wanita hebat. Bertahan hingga sekarang dari suami yang masih tak sempurna. Banyak pengalaman pahit yang saya rasakan saat bersamanya. Entah, sejak kapan saya mengaguminya untuk menjadikan patokan calon istri saya di masa depan. Namun kondisinya sekarang, ia menjadi pelupa. Semoga tidak bertambah parah.

Dalam sebuah perjalanan menggunakan kendaraan bersama ibu tuan rumah, beberapa bulan lalu, kami berbincang tentang perempuan yang menjadi istri.

Era sekarang memang berbeda dengan jaman ibu saya dulu yang tlah memutuskan menikah muda dengan Ayah saya. Ketika perempuan dulu sanggup bertahan dengan pasangannya meski banyak konflik, mereka tetap bertahan.

Saya sudah melewati berbagai macam penderitaan sebagai anak, tapi anehnya keduanya tetap bertahan. Berkaca dengan diri sendiri yang beberapa kali memiliki hubungan, meski sebatas pacaran, jangankan berperang mulut, cemburu saja sudah ditinggalkan. 

Perasaan ditinggalkan tersebut seperti trauma yang terus menseleksi siapa wanita yang akan jadi calon istri saya. Pada akhirnya, alasan belum menikah adalah melihat materi. Bagaimana menahan wanita yang ingin pergi kala menahannya dengan kebahagiaan tapi tak punya biaya.

Pelupa

Ah, maafkan saya mengambil beberapa paragraf memasukkan curhatan hubungan asmara saya. Kembali berbicara tentang dia, maksud saya beliau, Ibu saya.

Perasaannya terkadang bahagia yang disimbolkan dengan tertawa. Namun sisi lain bisa mendadak menangis kala hatinyaa terenyuh atau sedang digodain.

Saya tidak terganggu, karna wajar sudah berusia. Serangan stroke yang menimpanya dulu juga adalah alasan bagaimana beliau tidak lagi begitu aktif seperti ibu tuan rumah yang masih bisa jalan-jalan ke mal.

Dan kepulangan hari ini membawa sebuah fakta baru yang tak saya bayangkan. Beliau sudah menjadi pelupa, meski masih kecil bila diukur bentuknya.

Jadi kasian melihatnya, apalagi mendengar keluh kesahnya karena pelupanya membuatnya merepotkan orang. Seperti semisalnya memasak, dia lupa telah memasak.

Saya harap beliau tetap sehat selalu dan menjaga pola makannya. Memang harus ada orang yang menjaga dan mengarahkannya untuk lebih baik. Semoga keluarga terus memperhatikan. Termasuk saya, meski dari jarak yang jauh.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya