Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tugasku Sudah Selesai

[Artikel 67#, kategori Pria Seksi] Akhirnya, meski penuh dengan drama, dia berhasil menyelesaikan tugas utamanya. Syukurlah dia berhasil lulus ujian skripsi. Perjuangannya tidak sia-sia. Saya sangat bangga padanya.

Pagi ini, (27/6), perasaan saya sangat lega. Sambil mengayuh pedal sepeda, ini adalah hari terakhir saya mendatanginya untuk menjenguknya dan membawa makanan kesukaannya. Hampir seminggu terakhir, saya rutin menggenjot dengan jarak 20 km (pulang pergi) untuk menyuplai asupan makanannya.

Saya tidak menyangka Covid-19 menyerang orang terdekat, termasuk dia. Meski tak berstatus kekasih, saya masih peduli kepadanya. Orang yang mewarnai kehidupan saya dalam 2 tahun terakhir. 

Terasa tak wajar rasanya, tapi tak apalah. Sekalian ada target untuk mempertahankan imun tubuh dengan jarak yang lebih jauh dari biasanya.

Tugas selesai

Saya pernah menjadi bagian penting dalam dirinya selama berkuliah di Kota ini. Memang dia sangat manja dan orang yang harus terus didorong agar mau bergerak, tapi usahanya ketika ia benar-benar serius sangatlah luar biasa.

Banyak hal yang dikorbankan untuk mencapai tujuannya. Toh, senyumnya hari ini di tengah kondisinya yang belum sepenuhnya pulih adalah pelipur lara buat saya.

Maafkan aku yang harus menodai senyummu yang terlalu khawatir dan terlalu berpegang teguh dengan prinsip yang sudah terlalu melekat dalam diri.

Saya marah, bukan berarti sesuatu yang buruk terjadi. Saya ingin dia mengerti dan tidak mengulangi lagi. Amanah yang dikatakan seseorang haruslah dijaga dan dikerjakan. Karena kepercayaan yang sudah diberikan, terasa terkhianati saat tidak dilaksanakan.

Selamat!

Saya berharap kamu mengerti, meski tetap saja akan diabaikan lagi. Mungkin ini yang selalu diceritakan dalam komik saat adegan wanita dan pria bertemu, susah memahami wanita

Sebesar apapun berkorban, mereka tidak mau disalahkan. Ketika disalahkan, mereka malah menangis atau pergi tanpa menyelesaikan.

Selamat telah menjadi sarjana! Semoga impianmu selanjutnya segera terlaksana. Sekarang kamu harus lebih bangga, lebih menyayangi keluarga dan menatap masa depan dengan cara yang lebih baik lagi. Pergunakan title itu untuk menggapai hal yang lebih besar lagi.

...

Saya sungguh-sungguh minta maaf saat kebahagiaanmu yang kamu raih hari ini, telah lulus dan akan segera dianugerahi sebagai sarjana, kita malah lebih banyak drama. 26/6-2021.

Sekarang izinkan aku lebih banyak bersantai di kamar tanpa khawatir tentangmu. Biarkan aku menikmati udara pagi sambil mendengarkan lagu tanpa tujuan dengan harapan lebih banyak konten yang aku temukan.

Dirimu sudah sembuh dari virus yang banyak ditakuti, sudah seharusnya kamu juga lebih menikmati dan belajar dari situ. Bersenang-senanglah, bekerjalah, berkumpulkan lagi bersama keluargamu dan temanmu. Tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi.

Toh, aku juga tidak kemana-mana. Hanya berdiam diri seperti pria yang mencintai hartanya (suasana sepi).

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya