Catatan
Mengapa Ibu Harus Bekerja?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
[Artikel 29#, kategori keluarga] Sudah 2 tahun kepergian wanita terkuat di dunia. Saya kembali mengingat momen-momen beliau saat masih menjadi salah satu tulang punggung keluarga. Di umur sekarang ada sebuah pertanyaan melintas dalam pikiran, mengapa beliau harus turut bekerja saat beliau masih sehat dulunya?
Saya bercermin dengan kehidupan yang sekarang saya jalanin sebagai pria yang sudah berumur 38 tahun. Dulu mikirnya sederhana, beliau adalah pahlawan. Dedikasinya untuk mensejahterakan keluarga adalah cambuk motivasi untuk anak-anaknya tumbuh menjadi kuat di masa depan.
Bahkan, saya bermimpi seperti anak kebanyakan agar dapat membahagiakan beliau kelak dan tidak perlu harus bekerja keras lagi seperti saat sedang bekerja saat itu.
Wanita dulu
Menikah tidak sekedar menyatukan dua perasaan yang berbeda. Seiring waktu berlalu, ada buah hati yang terus bertumbuh dewasa. Sikap keras kepala hanya demi mempertahankan kebenaran jadi satu hadangan yang harus dilewati ketika anak-anak bertambah banyak.
Jika bicara pasangan beliau, saya sadar bahwa itu penuh kekurangan. Mungkin keluarga kami adalah masyarakat kalangan kelas menengah ke bawah (baca miskin). Ayah bekerja sebagai supir angkot, apa yang mau diharapkan saat itu jika melihat ke masa depan dengan kebutuhan yang super banyak.
Mungkin itu yang jadi alasan mengapa Ibu akhirnya memutuskan ikut membantu juga dengan bekerja. Jika hanya mereka berdua saja yang tinggal (suami), tentu tidak banyak kebutuhan. Faktanya, saya tumbuh menjadi seorang kakak dengan 2 adik laki-laki.
Harapan besar mereka (orang tua) adalah melihat anak-anak mereka lebih terdidik dari kedua orang tuanya. Uang bisa dicari, namun pendidikan jangan coba-coba menjadi seperti mereka katanya.
Ya, kedua orang tua saya hanya mampu mengeyam pendidikan sampai Sekolah Dasar jika tidak salah ingat. Tentu, mereka sangat berharap itu.
Meski dalam perjalanan keduanya tidak selalu mulus, keduanya terus bekerja. Beliau, si wanita perkasa bahkan bergonta-ganti pekerjaan yang tidak memerlukan ijazah seperti pembantu, jualan hingga jadi penguasa penjual cucur di pasar malam.
Saat seharusnya malam jadi waktu istirahat, si wanita perkasa tenggelam di tengah keramaian cahaya dan orang-orang. Sesampainya di rumah, ia mengatur keuangan agar bisa disisihkan mana yang untuk sehari-hari dan untuk anak-anaknya.
Jangan berharap kepada si Ayah yang katanya sepi penumpang. Wajar melihat perkembangan dari waktu-waktu, jalanan sudah penuh hilir mudik kendaraan pribadi.
Apakah karena sadar miskin?
Tidak-tidak. Saya punya perbandingan sebaliknya dan merupakan orang sekitar saya juga. Beliau adalah Ibu perkasa juga buat anak-anaknya. Bedanya hanya nasib. Kami tetap miskin dan Ibu satunya sudah sampai puncak titik karir seorang wanita modern yang dapat menguliahkan anak-anaknya hingga lulus semua.
Itu artinya, polanya sama. Ibu di masa saya masih lucu-lucunya menjadi anak-anak, mereka ikut bekerja seperti suami mereka. Mungkin alasannya sama, demi anak-anak. Tapi kalau suaminya lebih banyak rejeki, buat apa repot-repot. Toh, seperti sekarang. Istri cukup di rumah dan mengelola rumah tangga.
Jika begitu, bagaimana dengan wanita perkasa yang saya idolakan. Sudah harus bekerja mencari uang dan juga, harus mengurus rumah tangga. Bukannya lebih double perannya sebagai Ibu?
...
Dunia terus berubah dan waktu terus berjalan. Saya pernah berharap punya pasangan seperti Ibu saya yang begitu diidolakan karena dedikasnya. Namun saya sadar dengan kekurangan saya dan terpaan modernisasi yang saya alami.
Sudah 38 tahun waktu hidup yang saya jalanin. Hasilnya? Selalu mengeluh isi dompet kosong dan dompet online hanya tagihan bulanan dari pembayaran pay later.
Saya tidak tahu kenapa jalan saya begitu sesat. Sampai-sampai Allah paham mengapa saya belum didekatkan dengan jodoh yang katanya seperti wanita perkasa. Karena apabila dipaksakan, bukannya bahagia, malah lebih menderita nantinya.
Terima kasih, Ibu.
Anakmu masih sehat seperti sekarang dan terus menjalanin kehidupan.
Jangan bersedih, penderitaan yang saya alami masih sebatas manusia pada umumnya.
Tak apa, tetap beri doa dan semangat saja.
Artikel terkait :
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar