Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Apakah Kamu tidak Ingin Menikah?

[Artikel 2#, kategori Pria 38 tahun] Tentunya. Saya masih berharap untuk menikah. Bukan saja karena ibadah, tapi juga sebuah impian di mana laki-laki bisa dikatakan sempurna sebagai pria. Di umur segini (38 tahun), menikah adalah mendapatkan teman ngobrol di sisa hidup yang tak kekal. Saya tidak ingin sendirian terus hingga ajal.

Sudah memasuki bulan pertama dalam perjalanan baru ini. Mendadak saja kata menikah muncul begitu saja saat terbangun dari tidur. Entah kenapa saya ingin menaruhnya dalam blog untuk melanjutkan kisah Pria (tidak) berharga.

Kepantesan

Harapan yang belum padam ini tentu bagus dan positif di saat saya baru menyandang umur yang bertambah menjadi 38 tahun sekarang. Karena mungkin sebagian orang-orang ada yang sudah menyerah dengan yang namanya menikah.

Namun keinginan kuat saya terbentur dengan namanya kepantesan. Apakah saya masih pantas menikah di saat serba kekurangan? Jika harapannya mencari pasangan yang muda dan sedang ingin dimanja, maka saya tidak pantas.

Dari sisi pekerjaan, saya belum pantas. Apalagi bicara keuangan. Jangankan uang, rumah dan harta saja masih numpang. Keluarga? Saya tak yakin mereka berharga.

Satu-satunya yang membuat saya berharga rasanya hanya keinginan kuat. Saya adalah pria setia, tapi entah apakah kata setia masih laku atau sebaliknya? Saya pekerja keras? Tidak juga, saya sedang menikmati kemalasan saya di rumah hingga jarang keluar kecuali bermain futsal atau ada liputan.

Saya adalah teman bicara yang akan mendengarkan dan menyenangkan. Apakah boleh kriteria ini dimasukkan dalam proposal melamar? Memang akan hidup bersama hanya terus mengobrol? 

...

Saya tidak tahu lagi apa yang saya akan tulis dari sekian kelebihan dan kekurangan saya ini. Malah rasanya banyak kurangnya ketimbang lebihnya.

Saya percaya Tuhan masih mencarikan kriterianya yang cocok dengan saya meski saya adalah pecundang. Karena itu, saya harap wanita yang datang adalah pembawa harapan yang penting buat saya kelak. Saya akan melakukan apa saja untuknya jika ia mau menikah dengan saya.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh