Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Selamatan Bayi Baru Lahiran

[Artikel 21#, kategori rumah tangga] Begini rasanya ketika punya bayi dan harus mengadakan selamatan. Pikiran saya melayang sendiri dengan ekonomi yang tidak baik-baik saja saat ini. Apakah saya bisa melakukannya kelak seperti mereka?

Saya belajar lagi tentang makna kehidupan betapa pentingnya punya uang dan keluarga yang baik. Ada banyak kebutuhan yang diperlukan selain memikirkan isi perut setelah menikah kelak.

Tentu, semuanya akan baik-baik saja apabila memiliki pekerjaan tetap dan dapat mengandalkan keluarga. Namun itu tidak terjadi kepada saya.

Menyediakan nasi kotak

Kira-kira berapa biaya yang keluarga ini keluarkan untuk menyediakan nasi kotak dan jajanan. Saya tahu mereka berhemat, makanya acaranya tidak begitu banyak mengundang orang untuk hadir.

Setidaknya, bungkusan akan dibagiin usai acara selesai. Saya tahu rumah mana yang ingin saya bagiin nanti. Saat acara, kami hanya mengundang Pak Ustad dan beberapa orang saja.

Kelak, apabila saya menikah dan punya anak pasti saya akan melakukannya juga. Ritual yang wajib dan harus dilakukan sepertinya.

Tapi, apakah saya akan bisa menikmati momen tersebut di saat melangkah maju ke jenjang pernikahan saja masih berpikir 100 kali. Saya sampai ngarep ada wanita kaya yang mau nampung saya sebagai suami seperti di film-film China.

Selamatan bayi ini selain mendoakan, juga potong rambut sebagian. Apakah nama ritual ini?

...

Ada-ada saja pemikiran saya yang penuh perhitungan begini. Namun memang faktanya begitu. Omong kosong orang yang ngomong nanti rejeki akan mengalir dengan sendirinya. Ya, benar bagi sebagian namun tetap saja segala persiapan membutuhkan biaya pada akhirnya.

Apa yang bisa diandalin jika begini? Keluarga yang tidak bagus di belakang dan pendapatan dari blog yang semakin suram. Biarlah, mari ikuti arusnya saja.

Akhirnya saya bisa melihat bayi mereka juga. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat