Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Tongkat Estafet Komunitas


Saya benar-benar merasa tua di kota tempat saya tinggal ini. Apalagi saat melihat foto lama saat acara 'Rotifresh'. Dibalik acara tersebut, orang-orangnya sebagian besar sudah diluar Semarang. Dan saya hingga akhir tahun tercecer sendiri tanpa berpikir bagaimana masa depan itu.


Postingan ini datang dari line. Saya berkomunikasi dengan salah satu penggiat komunitas yang menurut saya, orang ini luar biasa. Punya visi misi dan istimewanya lagi, ia adalah wanita. KopdarSMG benar-benar menjadi panggung bagi komunitas saat itu. Tahun 2016, saya berencana kembali dengan forum itu. Doakan saja.

Kembali soal pentolan komunitas ini. Saya benar-benar kagum dengan orang-orang yang berniat memajukan Semarang dengan komunitasnya. Saya beberapa kali terlibat percakapan dan memberitahu kondisi komunitas yang selalu punya siklus kehidupannya masing-masing.

Berikan tongkat estafet

Namun kekaguman saya sekarang berubah menjadi kekecewaan. Pemimpin ini sepertinya lupa dengan kata-katanya sendiri yang ingin membangun mimpi di kota Semarang.

Doi pindah ke kota lain meneruskan kuliah. Saya harus memahami kondisinya dan tidak boleh begini, mengatakan bahwa itu tidak baik. Toh, dia ya dia.

Melihat orang yang sudah sukses membangun separuh mimpinya dan kemudian pergi dari kota awalnya, membuat saya sedih. Lagi-lagi ini yang selalu terjadi. Meski masih melirik dan punya campur tangan (seperti remote tv), tetap saja mereka pergi.

Mari ucapkan selamat kepadanya karena ia sedang hot-hotnya, eh salah. Maksudnya semangat kuliah. Yang saya pikirkan adalah apakah saya mendapatkan tongkat estafet? Berikan kepada saya??

Ini penyebab komunitas kembali ke jaman jadoel

Sepertinya disebuah komunitas inilah standarnya atau circlenya. Ketika pentolannya pergi dan menyerahkannya kepada penerusnya, mereka lupa tentang komunikasi dan silaturahmi dengan yang lain.

Yang saya dapatkan dari pengalaman berkomunitas adalah penggantinya membuat komunitasnya tetap berjalan sendiri namun tidak dengan silaturahmi dan komunikasi dengan yang lain. Jadinya, ia cuma komunitas dan sudah. Kita kembali ke jalan masing-masing. Padahal harapan saya komunitas bisa saling bersinergi satu sama lain.

Ya, saat pentolan pergi kadang ia lupa mengenalkan penerusnya kepada yang lain. Semisal buat acara remeh temeh, ngopi bareng atau kopdar, agar komunikasi tetap berjalan dengan komunitas lain.

Saya malu sendiri

Pengalaman ini bisa jadi akan terus terjadi ketika penerus komunitas tidak mengenal komunitas atau figur-figur lain yang ada di Semarang.

Saat datang ke sebuah acara komunitas karena undangan, saya sangat percaya diri untuk duduk disana. Tapi ternyata kurang nyaman. Saya ditanya dari mana, kuliah, komunitas? Bukan itu poin yang ingin saya ceritakan.

Yang membuat saya malu sendiri adalah orang-orang baru di komunitas seakan terasa asing bagi saya yang biasanya hangat saat acara kopdarSMG. Hampir semua komunitas jadinya begini. Saya tidak enak jadinya dan bingung mau ngapain.

...

Siklus kehidupan selalu terus berjalan. Sama seperti komunitas juga. Awalnya semangat dan mensugesti orang-orang untuk membangun bersama dan berkata kita juga bisa ternyata hilang saat tongkat estafet tidak berjalan.

Kesalahan pentolan komunitas yang berdarah-darah ingin membangun peradaban maju adalah saat meninggalkan tahta, mereka lupa dengan masyarakat disebelah. Tidak ada perkenalan lanjutan yang membuat si penerus tidak tahu apa-apa dalam membangun intensitas komunikasi di luar komunitas.

Alhasil, peradaban itu kembali seperti jaman dulu. Kita hidup masing-masing lagi. Punya kepentingan sendiri, jalan sendiri, dan maju sendiri.

Ini salah saya juga yang meniadakan KopdarSMG. Padahal forum ini mencoba merajut tali-tali yang terputus dan mengenalkan suatu sistem yang dinamakan kolaborasi. Cerita kota ini kalah dengan kota lain akan selalu diceritakan turun temurun sepertinya.

Saya tidak suka jadi penonton di kota sendiri!

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions