Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Mereka Berbicara Tapi Mereka Pergi Begitu Saja


[Artikel 45#, kategori catatan] Lagi, menaruh harapan tinggi pada seseorang yang berakhir sama seperti sebelumnya. Seperti bicara politik, selalu manis di awal dan kemudian berakhir tangisan. Itu bila kalah pilihan. Sedangkan saya, merasa sedih juga karena ditinggal pergi akhirnya.

Selalu menyenangkan mendengar seseorang bicara harapan, tujuan dan masa depan. Ia punya sesuatu yang bisa saya titipkan dan saya rasa, ia butuh dukungan. Saat dukungan datang, memang pekerjaan berjalan lancar dan bahkan sesuai keinginan yang selama ini belum tercapai.

Namun saat alam semesta mendukung, saya kembali disadarkan tentang arti manusia hidup di muka bumi. Mereka butuh hidup untuk membuat dunia sekitarnya bahagia. 

Saya? Hanya bisa menyaksikan layaknya matahari di siang hari. Apakah saya bersinar terang atau bergantian dengan si bulan dan seperti itu dilakukan setiap saat.

Orang-orang hebat yang datang dan pergi

Hijrah ke Semarang adalah kesempatan berharga yang tak mungkin saya tukar dengan apapun. Saya banyak bertemu banyak orang hebat.

Mereka sama seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan hanyalah mimpi dan keinginan mereka saja. Karena mereka sama seperti manusia, mereka mudah terbuai. Orang-orang hebat datang dan pergi.

...

Saya bingung harus mempercayai siapa lagi. Saya sudah berjalan terlalu jauh memikul banyak mimpi yang belum terwujud. Sial, mungkin bisa saya katakan seharusnya.

Mengapa saya harus mendengar mereka berbicara tentang mimpi mereka. Ketika mereka berhenti bermimpi dengan dalih apapun, saya sudah jadi korban mimpi mereka yang berharap mereka mewujudkannya.

Artikel terkait :

Komentar

  1. Mereka butuh hidup untuk membuat dunia sekitarnya bahagia. itu jawabannya. Tapi mereka tidak akan meninggalkan mimpinya, nggak ada yang tahu kan kalau tengah malam bahkan mereka masih sibuk membalas email untuk bisa mewujudkan mimpi dibalik pekerjaanya sekarang.
    Mereka hanya berusaha untuk bisa mengambil semua kesempatan yang ditawarkan oleh alam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mereka hanya bermimpi, dan tak pernah mewujudkannya. Mereka bahkan tak kembali.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya