Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ruang Angsoka, Belajar Mandiri


Dipilihnya ruang Angsoka - rumah sakit AWS, lebih karena tersedianya alat yang dibutuhkan oleh pasien, khususnya Ibu saya yang hampir 1 bulan dirawat di rumah sakit menurut sedikit informasi yang saya tahu. Meski begitu, ruangan yang terletak dibagian belakang ini juga ngajarin kepada pihak keluarga lebih mandiri untuk merawat pasien.

Bila ada yang pernah merawat keluarga yang pernah sakit dan dirawat di ruangan ini pasti memahami bagaimana kemandirian sangat dituntut di sini. Mandiri bukan berarti dokter dan perawat lepas tangan begitu saja. Mereka pertama-tama banyak memberitahu dan mengajarkan bagaimana cara merawat. Seperti memberi makanan yang isinya bubur atau susu, mengganti selang, membuang air seni, memberi makan obat dan masih banyak lagi. Lalu, dimana tugas dokter dan perawat?

Sang dokter dan perawat tetap bertugas pada waktunya. Hanya saja tidak saat Ibu saya berada di ruang ICU. Di ruang perawatan semua tampak lebih longgar khususnya jam besuk dan keluarga pasien yang boleh nginap.

Kan tahu saja, saya jarang mendapatkan situasi seperti ini. Mungkin adik-adik saya juga. Harus dihadapi meski harus diakui ini tidak mudah pertama kalinya.

Saya juga banyak menemukan kisah hubungan cinta di sini. Suami dengan istri yang sakit, Ibu dengan anaknya dan nenek dengan anak serta cucu-cucunya. Keterikatan yang mungkin pada saat waktu normal itu sedikit lebih sibuk dari pada biasanya.

Tapi seperti manusia yang tak luput dari kesalahan, dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT, awal pindah kesini saya harus kehilangan sepatu. Dan cerita kehilangan selalu berlanjut dari waktu ke waktu pada saat keluarga baru pasien pindah ke sini juga. Semoga pihak rumah sakit tidak membiarkan hal ini terjadi terus. Dan pihak-pihak yang melakukan segera ditangkap. 

**Agak susah juga mencuri-curi kesempatan bekerja dengan laptop di sini. Maklum selain peraturan ketat (penggunaan elektronik), waktu yang sulit dan jaringan Internet yang terkadang putus nyambung.

Komentar

  1. Wah sama dengan pengalaman saya juga. Pertama datang sudah kehilangan sandal. Ibu saya kehilangan baju dll. 28 hari dirawat orang tua saya di angsoka juga. Tetapi overall pelayanan rumah sakit nya cukup memuaskan. Urusan urusan dipermudah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun