Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Kamar Mandi Sejuta Umat

Hahaha.. Terlalu Lebay untuk menggambarkan situasi dan kondisi pagi hari di sebuah kamar mandi yang ada di rumah sakit saat ini di mana saya berada. Orang-orang sudah ramai mengantri. Mulai dari tidak membawa apa-apa sampai yang membawa peralatan tempur (baca mandi). Saya sendiri harus terkena dampak menahan buang air yang sudah hampir diujung tanduk. Inilah kamar mandi sejuta umat.

Cuaca cerah begitu memukau pagi ini. Ya, saya baru bangun. Tampang kusam, dan semoga tai mata tidak hinggap di jendela *nyanyi. Di samping, kedua adik saya masih terlelap dengan tidurnya. Di depan tubuh saya, ada ibu dan anak yang bercengkrama sembrani mengecek kamar mandi kosong. Sebelah kiri juga tak kalah ramai. Ibu dan putrinya yang ngobrol. Sang putri sudah bersiap pergi sekolah dengan seragam SMA nya.

Tubuh saya berusaha bangkit untuk melihat apakah kamar mandi dengan 2 pintu sudah kosong. Ah, lupakan. Orang-orang sudah menunggu antrian rupanya. Ini memakan waktu agak lama sepertinya. Nasib si adek kecil yang di ujung tanduk semakin menjerit.

Bila mengibaratkan kamar mandi ini seperti tiket konser artis yang dipuja maka membayangkan kerumunan manusia di sini seperti hal biasa sepekan ini saya berada. What, sepekan? Haha... Saya juga nggak menyangka kalau saya sudah menghabiskan waktu di sini.

Meski menjadi idola, rebutan masuk kamar mandi, terkadang jadi masalah saat beberapa oknum tidak bertanggung jawab. Semisal air mati, udara di Samarinda, eh bukan, disekitar maksudnya berubah bau. Kotoran yang dibuang terpaksa berbekas karena air yang habis dan mereka sudah kepepet. Efeknya? Sudah ketebak. Rasa jijik menghantui mereka yang akan mau masuk saat sentuhan kaki pertama.

Itulah cerita pagi ini dari kamari mandi yang berada di rumah sakit yang menjadi sentral seluruh pengunjung. Sepertinya giliran saya masuk, sudah tidak tahan nih! Arghh... Untunglah, kejadian mati air (mungkin kehabisan) hanya beberapa kali terjadi. Saat ini semua seperti sedia kala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya