Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Kamar Mandi Sejuta Umat

Hahaha.. Terlalu Lebay untuk menggambarkan situasi dan kondisi pagi hari di sebuah kamar mandi yang ada di rumah sakit saat ini di mana saya berada. Orang-orang sudah ramai mengantri. Mulai dari tidak membawa apa-apa sampai yang membawa peralatan tempur (baca mandi). Saya sendiri harus terkena dampak menahan buang air yang sudah hampir diujung tanduk. Inilah kamar mandi sejuta umat.

Cuaca cerah begitu memukau pagi ini. Ya, saya baru bangun. Tampang kusam, dan semoga tai mata tidak hinggap di jendela *nyanyi. Di samping, kedua adik saya masih terlelap dengan tidurnya. Di depan tubuh saya, ada ibu dan anak yang bercengkrama sembrani mengecek kamar mandi kosong. Sebelah kiri juga tak kalah ramai. Ibu dan putrinya yang ngobrol. Sang putri sudah bersiap pergi sekolah dengan seragam SMA nya.

Tubuh saya berusaha bangkit untuk melihat apakah kamar mandi dengan 2 pintu sudah kosong. Ah, lupakan. Orang-orang sudah menunggu antrian rupanya. Ini memakan waktu agak lama sepertinya. Nasib si adek kecil yang di ujung tanduk semakin menjerit.

Bila mengibaratkan kamar mandi ini seperti tiket konser artis yang dipuja maka membayangkan kerumunan manusia di sini seperti hal biasa sepekan ini saya berada. What, sepekan? Haha... Saya juga nggak menyangka kalau saya sudah menghabiskan waktu di sini.

Meski menjadi idola, rebutan masuk kamar mandi, terkadang jadi masalah saat beberapa oknum tidak bertanggung jawab. Semisal air mati, udara di Samarinda, eh bukan, disekitar maksudnya berubah bau. Kotoran yang dibuang terpaksa berbekas karena air yang habis dan mereka sudah kepepet. Efeknya? Sudah ketebak. Rasa jijik menghantui mereka yang akan mau masuk saat sentuhan kaki pertama.

Itulah cerita pagi ini dari kamari mandi yang berada di rumah sakit yang menjadi sentral seluruh pengunjung. Sepertinya giliran saya masuk, sudah tidak tahan nih! Arghh... Untunglah, kejadian mati air (mungkin kehabisan) hanya beberapa kali terjadi. Saat ini semua seperti sedia kala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh