Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ini Bedanya Soto Semarang dan Soto di Samarinda


Saya yang benar-benar identik dengan Semarang terutama 'Soto Semarang' tentu sangat antusias saat mencoba makan soto di Samarinda. Membandingkan keduanya lewat postingan ini hanya untuk memberitahu bahwa begini bedanya antara soto di Semarang dan di Samarinda.


Pagi hari setelah aktivitas berjalan kaki, saya menyempatkan diri menyantap sarapan 'Soto Ayam'. Meski ini bukan soto khas Samarinda yang saya ingat adalah Soto Banjar. Maklum saja, pangan berkuah ini letaknya di sekitar rumah sakit. Alternatif yang mudah dan dekat saja.

Setelah memesan dan menunggu beberapa saat di warung tenda, semangkuk soto ayam panas menghampiri meja, tempat saya berada. Hmm.. lezat sekali. Tapi ini kebanyakan porsinya (melirik mangkuk yang lebih besar daripada mangkuk soto Semarang yang identik dengan bentuk mungilnya).

Ini jelas-jelas nikmat karena diri saya sehabis berolahraga. Kuahnya yang panas membuat saya sedikit pelan untuk menyantapnya lebih cepat. Pada akhirnya, isi mangkuk terkuras juga. Dan saya kenyang karenany.

Mangkuk besar dan harga pun berbeda

Mau bagaimana lagi saat hukum ekonomi berlaku. Semakin besar tempatnya maka harga yang dibayar juga lebih banyak. Samarinda memang punya kuliner khas Samarinda tapi hari ini mencoba Soto Ayam dengan kuah yang panas rasanya lebih nikmat. Di bawah ini adalah penampakan soto Semarang.

Gambar : Google

Bila teman-teman sedang ke Samarinda, mungkin harus mengatur ulang keuangan Anda di sini. Seperti harga semangkuk Soto Ayam yang ada di atas (Gambar pertama), dengan air minum es teh manis, kira-kira sekitar 20 ribu ke bawah.

Soal selera, tentu pada pribadi masing-masing. Hanya saja soal materi, saya hanya sedikit memberi saran. Hmm.. sarapan soto di Samarinda selain mahal, tapi membuat sangat kenyang. Ditambah, isinya yang berlimpah (ayamnya).


**Mungkin saya harus menjelajah tempat lain untuk menemukan hal yang berbeda lagi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun