Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Ketika Rasa Malas Menulis Menghinggapi


[Artikel 33#, kategori Motivasi] Jujur, beberapa hari ini saya benar-benar malas menulis meski ide di kepala saya menari-nari ingin dituangkan dalam blog ini. Sayangnya, saya cuma sanggup ngisi blog dotsemarang. Begini mungkin rasanya yang sehari biasanya nulis tiba-tiba malas. Tetap saja menderita. 

Bila menemukan tulisan sebelum post ini kosong dan tiba-tiba terisi, itu saya berarti sedang berusaha membayar postingan yang belum dipublish. Saya memang punya tips agar blog tetap terisi meski saya sedang berhenti menulis. Coba baca di sini tipsnya.

Mungkin bukan saya saja yang mengalami hal seperti ini. Anda pun tentu juga pernah, termasuk mereka yang profesional sekalipun. Sebenarnya tidak ada yang bisa mempengaruhi ketika seseorang sudah mengerjakan sesuatu dengan passion. Tapi kemarin, saya benar-benar harus menyerah. Ini karena sakit diare. Sudah sembuh, datang lagi penyakit lain yang menyerang.

Ketika malas menulis menghinggapi, asal tidak sakit, biasanya saya berusaha mengoptimalkan dengan kopi sebagai asupan konsentrasi yang hilang. Tapi bila itu gagal, saya mencobanya keluar dari rumah. Bisa jalan-jalan ke mal atau bersepeda sebentar.

Baru-baru ini saya juga menemukan asupan vitamin yang dapat memberi semangat menulis. Tapi saya berusaha menahannya untuk tidak mengkonsumsi bila memang tidak begitu butuh.

Menulis sependek ini sebenarnya mudah kalau dalam keadaan normal. Tapi kalau memang butuh istirahat, ya sudah jangan dipaksakan. Kadang kita memang harus berhenti untuk sesuatu yang tak bisa kita paksa.

...

Berhenti menulis bukan berarti lebih nyaman atau tenang. Ide-ide yang menari di otak saya perlu dikeluarkan karna dari waktu ke waktu ada saja yang ingin ditulis. Kalau dikumpulin terus, jadinya tambah malas. Memang setelah menulis cuma perasaan lega yang di dapat, tapi itulah nikmatnya.

Bila Anda mengalami hal yang sama, coba terus dilawan. Akali dengan perubahan suasana hati seperti tempat dan minuman, atau juga makanan. Semua itu dapat membantu pastinya. 

Kalau semua itu tidak bisa, yasudah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh