Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Ayam Bakar di Bulan Puasa


[Artikel 13#, kategori puasa] Salah satu kenangan yang terlintas dari masa lalu saat bulan puasa adalah menikmati ayam bakar sebelum berbuka puasa. Mungkin waktu itu merupakan kenangan bahagia. Rumah yang nyaman dan suasana yang menyenangkan.

Kenangan ini terlintas begitu saja saat saya mencoba mengambil pikiran yang hilang dari masa lalu. Kalau tidak salah itu saat saya masih Sekolah.

Keluarga kami adalah keluarga sederhana. Ayah yang masih bekerja sebagai supir angkot dan ibu yang membuka warung kecil di rumah. Andai saya bisa kembali ke waktu itu, mungkin saya lebih mengingat detailnya. Saya agak-agak lupa sekarang.

Ayam bakar

Sore menjelang, Ayah saya sudah datang sambil membawa potongan daging ayam. Bila dibandingkan tahun sekarang, mungkin saat itu keluarga kami seperti keluarga kaya saja. Ya, karena makan ayam terdengar mudah saat itu. Sedangkan sekarang, boro-boro.

Arang yang sudah digunakan sebelumnya, ditaruh dengan menghadap kipas angin kecil yang sudah dipersiapkan. Daging ayam yang telah dibersihkan dan dipotong-potong kini siap dibakar. Seperti membuat sate.

Sambil menunggu ayam jadi, Ibu saya menyiapkan bumbu kecap dengan lombok-lombok berwarna-warni yang dicampur bawang putih dan merah. Membayangkan ini saya jadi ngiler.

Ayam bakar dengan warna kehitaman dan asap yang masih terlihat kini siap dihidangkan. Es buah dan menu lainnya juga sudah siap. Kami makan tanpa meja, kebersamaan yang terasa tak terhingga.

Saya mengambil bagian daging yang terbesar. Mencuilnya dan mengaduk-aduknya dengan bumbu kecap. Tangan saya membawa daging tersebut masuk ke dalam mulut. Arghh...nikmatnya setelah bertahan dengan puasa seharian.

...

Entah berapa kali setiap puasa kami menikmati ayam bakar yang dibuat sendiri. Suasana hangat yang terjadi saat itu tidak mungkin terlupakan. Saya rindu saat-saat itu.

Saya berharap menjadi anak yang bermanfaat dan membanggakan bagi mereka. Namun sayang, itu tidak terjadi. Saya benar-benar tidak berguna. Tanpa kekuatan, saya seakan tenggelam dalam penderitaan. Andai bisa mengulang waktu, saya akan bersungguh-sungguh menjadi manusia hari ini.

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh