Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s...

Halo Mei 2020


[Artikel #71, kategori catatan] Tidak ada perayaan kali ini untuk berbagai acara di Kota Semarang, termasuk ulang tahun yang ke-473. Ya, tahun ini Ibu Kota Jawa Tengah bertambah lagi usianya.

Di awal bulan, guyuran hujan dari sore hingga dini hari semacam berkah di tengah pandemi Corona yang menggrogoti.

Apa kabar saya? Sehat sebenarnya, namun sedang lemas karena puasa. Hingga hari ke-9, puasa saya alhamdulillah lancar. Dorongan kecil ternyata mampu memberi semangat ketika godaan terus menggoyang pikiran.

Hujan awal bulan
Hujan mendadak turun ketika persiapan untuk berbuka tinggal menunggu hitungan menit. Tempat terbaik kali ini menanti suara azan berkumandang adalah lantai atas. Semarang kecil bisa dilihat dari sini.

Langit yang memang sedari tadi mendung, akhirnya tak tertahan untuk melepaskan curah airnya ke bawah. Hujan semakin deras, suara azan rasanya semakin sayup terdengar. Padahal segelas air jahe hangat sudah saya bawa ke atas.

Korona

Bulan April adalah bulan yang benar-benar hemat agar bulan berikutnya tidak sakit-sakit amat. Dampak Korona yang masih jadi bencana bukan saja mencekik keuangan yang berlabel sebagai bloger, tapi juga membunuh aktivitas yang biasanya banyak memberi motivasi.

Mei rasanya tidak jauh beda. Merayakan Hari Raya setiap tahun di Semarang kali ini tidak ada perbedaan. Tidak ada makanan khas hari raya dan tetap sendiri meski sudah memiliki hubungan.

Saya berharap, bulan Mei masih bisa memberi celah saya untuk bernafas. Banyak kebutuhan yang harus saya gapai. Apalagi keluarga Tinky Family yang hanya mengandalkan makanan.


Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Perjalanan Pulang Pergi ke Hotel The Wujil Resort & Conventions

Review Film Tum Bin 2 (2016)