Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Halo Mei 2020


[Artikel #71, kategori catatan] Tidak ada perayaan kali ini untuk berbagai acara di Kota Semarang, termasuk ulang tahun yang ke-473. Ya, tahun ini Ibu Kota Jawa Tengah bertambah lagi usianya.

Di awal bulan, guyuran hujan dari sore hingga dini hari semacam berkah di tengah pandemi Corona yang menggrogoti.

Apa kabar saya? Sehat sebenarnya, namun sedang lemas karena puasa. Hingga hari ke-9, puasa saya alhamdulillah lancar. Dorongan kecil ternyata mampu memberi semangat ketika godaan terus menggoyang pikiran.

Hujan awal bulan
Hujan mendadak turun ketika persiapan untuk berbuka tinggal menunggu hitungan menit. Tempat terbaik kali ini menanti suara azan berkumandang adalah lantai atas. Semarang kecil bisa dilihat dari sini.

Langit yang memang sedari tadi mendung, akhirnya tak tertahan untuk melepaskan curah airnya ke bawah. Hujan semakin deras, suara azan rasanya semakin sayup terdengar. Padahal segelas air jahe hangat sudah saya bawa ke atas.

Korona

Bulan April adalah bulan yang benar-benar hemat agar bulan berikutnya tidak sakit-sakit amat. Dampak Korona yang masih jadi bencana bukan saja mencekik keuangan yang berlabel sebagai bloger, tapi juga membunuh aktivitas yang biasanya banyak memberi motivasi.

Mei rasanya tidak jauh beda. Merayakan Hari Raya setiap tahun di Semarang kali ini tidak ada perbedaan. Tidak ada makanan khas hari raya dan tetap sendiri meski sudah memiliki hubungan.

Saya berharap, bulan Mei masih bisa memberi celah saya untuk bernafas. Banyak kebutuhan yang harus saya gapai. Apalagi keluarga Tinky Family yang hanya mengandalkan makanan.


Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya