Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tidak Mempercayai Orang Lagi


[Ini adalah artikel ke-22 kategori catatan] Semenjak ditinggal orang-orang baik, saya berusaha mempercayai diri sendiri. Saya berusaha berdiri, belajar sendiri, dan memotivasi hati yang terkadang terdiam dalam sunyi.

Bahkan, berharap percaya pada keluarga sendiri sepertinya tidak lagi. Hujan turun pagi hari ini tanpa permisi . Saya pikir ini hadir seperti sebuah lagu yang judulnya September Rain.

Jadi mungkin saja memang waktunya musim hujan yang rutin sedang membasahi kota dimana yang sedang saya pandang hari ini.

Ternyata ada maksud lain. Sebuah pesan yang membuat saya harus berhenti menulis sejenak di depan laptop saya. Kapan kamu pulang? Kalimat yang selalu saya hindari setahun belakangan. Ya, Ibu kandung saya katanya kembali sakit.

Pesan pulang pagi ini bukan saja membuat keyakinan saya goyah, tapi juga membuat persepsi kalau saya adalah anak tidak berbakti. Banyak orang di sana berpendapat bahwa saya  sudah bukan anak yang mereka kenal seperti dulu. Saya seolah membiarkan pandangan itu berlalu - lalang di sana. Saya harus percaya dengan siapa?

Intinya saya harus pulang dibalik suara orang yang sudah lama saya hiraukan. Saya harus bicara dengan siapa saat keadaan tiba-tiba seperti ini.

Saya menghabiskan waktu dari dini hari hingga pagi hari seakan tak berarti. Saya selalu percaya diri sendiri dan bicara pada hati nurani.

Keadaan yang di luar kendali, membuat saya bingung memutuskan apakah saya mempercayakan kepada pikiran yang mengganggu atau tangan yang berbicara pada kalimat ini.

Saya tak punya seseorang yang dapat saya percayai. Teman  dan bahkan sahabat pun masih berusaha menjadi orang baik. Tak mungkin saya percaya kepada mereka yang juga sedang menata pikiran.

Beberapa tahun berdiri sendiri dan mengandalkan diri sendiri membuat saya lebih egois. Umur yang seharusnya menjadikan saya pria mateng seakan tak berarti karna tidak ada orang di belakang saya.

Saya berharap mempercayai seseorang. Yang memahami bahwa tiang berdiri tegak butuh peyanggah biar terus bertahan.

Bercerita kepada seseorang dengan harapan bisa saling percaya yang ada hanya sebuah kekaguman yang datang dan pergi saat berjumpa saja.

Artikel terkait :

Komentar

  1. tidak percaya sama orang gapapa mas
    yang penting percaya sama diri sendiri kan ya :D

    salam
    mysukmana.net

    BalasHapus
  2. Bahkan terkadang percaya dengan diri sendiri juga salah ...
    Entah apa yang bisa kita percaya di bumi ini selain takdir Tuhan.

    *mendadak serius

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh