Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Berharap Melupakan Mantan Tetapi Tetap Berteman di Instagram (Media Sosial)


[Artikel 14#, kategori Media Sosial] 1 berbanding 10 pria , maka saya adalah orang paling buruk menyikapi persoalan mantan. Katanya sebagai manusia silaturahmi itu penting. Mengapa saat kita putus, silaturahmi tidak mau. Meski di media sosial masih berteman dan selalu melihat semua apa yang dibagikan si mantan. Kalau begini jadinya, bagaimana mau lepas dari mantan.

Saya tidak bicara bagaimana saya adalah pria yang termasuk belum move on. Bukan - bukan. Dan melihat mantan sudah update dengan gebetan baru dan bahkan sudah siap menikah. Nangis dipojokan. Tulisan ini tiba - tiba terlintas begitu saja dan membuka perasaan saya tentang kisah saya yang dulunya begitu bahagia.

Sebagai pria, saya merasakan momen bodoh saat berani memutuskan hubungan tapi kemudian merasa sedih. Beberapa bulan, tahun, saya sendiri yang memakan akibatnya. Malam minggu seolah hanya untuk menonton siaran sepakbola saja.

Sebagai kekasih, saya juga ingin berharap menjadi yang terbaik. Tapi tetap saja, saya masih terpuruk. Bukan saya lagi yang memutuskan hubungan. Seolah karma, saya yang diputuskan. Mirip jargon film Warkop DKI  yang kalimatnya "Maju kena mundur kena". 

Hidup di era Instagram dan media sosial

Mantan - mantan saya sekarang, kok banyak yah, sudah jadi wanita hebat semua. Mereka lebih cantik, mereka lebih dewasa dan mereka bersama yang lebih setia. Mungkin besok ada undangan dikirim ke rumah. Jleb.  

Progres kemajuan mereka tanpa sadar terpapar oleh mata saya. Dalam hati pun tanpa sadar saya berucap, kamu tambah cantik, saya semakin suka. Dan suara itu tidak ada yang mendengar sambil cepat - cepat mengganti foto yang dilihat. 

Naas nasib saya yang mengangungkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Satu sisi bicara kemanusiaan dan satu sisi ingin bilang bahwa wajar manusiawi merasakan sakit hati. 

Pada akhirnya saya tidak bisa melupakan si mantan karna masih berteman di media sosial. Saya berharap ada satu yang kembali kepada saya, tapi saya yakin, yang sudah dibuang tidak akan diambil kembali. Seperti gak ada pria lain saja yang lebih baik. 

...

Buat wanita masa depan saya kelak, saya ingin menyampaikan pesan bahwa meski pria tetap berteman dengan mantan di media sosial, meski bertahun - tahun tidak bicara atau memberi like, mereka tidak mungkin bersatu lagi. Mereka kembali menjadi orang lain meski saling mengenal.

Mereka saling menghormati dan menghargai kehidupan masing - masing. Mereka tidak bersalah karna berteman dan mereka adalah manusia yang disebut sebagai makhluk sosial. Maka dari itu, wanita masa depan saya, saya berharap tidak cemburu atau marah dan menyuruh pria kalian untuk mengunfollow mantannya. 

Kadang mereka berpikir sendiri bahwa mereka korban dan mengatakan saya atau pria lainnya merupakan makhluk terjahat buat mereka. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun