Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Berharap Melupakan Mantan Tetapi Tetap Berteman di Instagram (Media Sosial)


[Artikel 14#, kategori Media Sosial] 1 berbanding 10 pria , maka saya adalah orang paling buruk menyikapi persoalan mantan. Katanya sebagai manusia silaturahmi itu penting. Mengapa saat kita putus, silaturahmi tidak mau. Meski di media sosial masih berteman dan selalu melihat semua apa yang dibagikan si mantan. Kalau begini jadinya, bagaimana mau lepas dari mantan.

Saya tidak bicara bagaimana saya adalah pria yang termasuk belum move on. Bukan - bukan. Dan melihat mantan sudah update dengan gebetan baru dan bahkan sudah siap menikah. Nangis dipojokan. Tulisan ini tiba - tiba terlintas begitu saja dan membuka perasaan saya tentang kisah saya yang dulunya begitu bahagia.

Sebagai pria, saya merasakan momen bodoh saat berani memutuskan hubungan tapi kemudian merasa sedih. Beberapa bulan, tahun, saya sendiri yang memakan akibatnya. Malam minggu seolah hanya untuk menonton siaran sepakbola saja.

Sebagai kekasih, saya juga ingin berharap menjadi yang terbaik. Tapi tetap saja, saya masih terpuruk. Bukan saya lagi yang memutuskan hubungan. Seolah karma, saya yang diputuskan. Mirip jargon film Warkop DKI  yang kalimatnya "Maju kena mundur kena". 

Hidup di era Instagram dan media sosial

Mantan - mantan saya sekarang, kok banyak yah, sudah jadi wanita hebat semua. Mereka lebih cantik, mereka lebih dewasa dan mereka bersama yang lebih setia. Mungkin besok ada undangan dikirim ke rumah. Jleb.  

Progres kemajuan mereka tanpa sadar terpapar oleh mata saya. Dalam hati pun tanpa sadar saya berucap, kamu tambah cantik, saya semakin suka. Dan suara itu tidak ada yang mendengar sambil cepat - cepat mengganti foto yang dilihat. 

Naas nasib saya yang mengangungkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Satu sisi bicara kemanusiaan dan satu sisi ingin bilang bahwa wajar manusiawi merasakan sakit hati. 

Pada akhirnya saya tidak bisa melupakan si mantan karna masih berteman di media sosial. Saya berharap ada satu yang kembali kepada saya, tapi saya yakin, yang sudah dibuang tidak akan diambil kembali. Seperti gak ada pria lain saja yang lebih baik. 

...

Buat wanita masa depan saya kelak, saya ingin menyampaikan pesan bahwa meski pria tetap berteman dengan mantan di media sosial, meski bertahun - tahun tidak bicara atau memberi like, mereka tidak mungkin bersatu lagi. Mereka kembali menjadi orang lain meski saling mengenal.

Mereka saling menghormati dan menghargai kehidupan masing - masing. Mereka tidak bersalah karna berteman dan mereka adalah manusia yang disebut sebagai makhluk sosial. Maka dari itu, wanita masa depan saya, saya berharap tidak cemburu atau marah dan menyuruh pria kalian untuk mengunfollow mantannya. 

Kadang mereka berpikir sendiri bahwa mereka korban dan mengatakan saya atau pria lainnya merupakan makhluk terjahat buat mereka. 

Artikel terkait :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat