Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Selamat Datang Pria Kadaluwarsa (31 Tahun)


Sepertinya saya harus sudah bersiap mengucapkan selamat tinggal pada catatan saya 'Selamat Datang Pria Masa Kini (30 Tahun)' yang saya posting setahun lalu. Dan saya sudah punya penggantinya yang nantinya akan menemani saya tahun ini hingga tahun depan. Semoga saya bisa lebih baik lagi.

Bicara kadaluwarsa tentu bicara tentang hal-hal yang sudah basi alias sudah lewat dari tanggal masa produksinya. Bila dikaitkan dengan ide saya ini, pria kadaluwarsa, saya memaknainya sebagai pria yang lewat dari masa nikah idealnya saja. 

Saya sempat berharap beberapa tahun lalu bahwa saya punya impian menikah di usia 30 tahun. Namun seiring waktu, angka 30 ini akan segera berakhir. Saya tidak menyesal dengan diri saya yang selalu melihat teman-teman seangkatan sudah pada menikah dan punya anak. Tapi sebagai pria, tetap saja ada kesedihan tersendiri. Setidaknya melihat mantan bahagia lebih baik ketimbang mendengar lagu ST12 yang sedih mendayu-dayu saat ditinggal pasangannya meninggal.

Ide yang muncul

Tanggal 17 Mei 2017, saat saya sedang berada di Bandara Soekarno-Hatta, saya menemukan tulisan seperti gambar di bawah ini. Saya sangat tertarik namun saat itu yang saya pikirkan adalah sepertinya menikah buat pria harusnya di angka segitu. Ya, minimal umurnya setidaknya. 


Bandingkan dengan saya? Ah, seperti kebanyakan pria modern yang tinggal di kota Metropolitan yang katanya kerja dulu, sukses dulu, baru menikah. Hasilnya? Seperti yang kamu lihat ini dengan tulisannya yang kadang aneh orang yang membaca blog ini menyalahkan saya kalau curhat. Padahal blog dibuat dasarnya sebagai tempat curhat, kecuali website atau blog dotsemarang.

Dan akhirnya, ide yang muncul kemarin bisa saya satukan sekarang menjadi catatan saya yang baru nantinya untuk menemani saya mengarungi tahun 2018. Saya akan mencoba lebih berani dan jujur, bagaimana saya menjalani hidup terkait cinta, perasaan, dan calon gebetan. Apa yang bisa saya lihat dari umur 31 tahun? Adakah keajaiban? Ditunggu sajalah tanggal mainnya.

...

Sebenarnya saya tidak ingin menulis ini sekarang. Tapi sangat disayangkan kalau semangat ini hilang dan saya malah jadi kebingungan sendiri. 

Kadang kalau jodoh itu pasti punya ceritanya sendiri. Saya senang melihat cinta masa kecil saya yang bahagia dengan suami dan anaknya. Saya senang dengan mantan yang punya pasangan baru. Dan semoga mereka senang melihat saya dan mendukung saya.

Kadang dalam hubungan yang putus, tidak ada kata teman dalam kata mantan. Saya menyadari itu. Satu sisi demi kebaikan bersama agar tidak membuat pasangan si mantan cemburu, satu sisi mereka harus move on.

Mari saling mendukung saja.

Artikel terkait :

Komentar

  1. Kalo perempuan idealnya menikah 21 tahun, berarti saya kelewatan. Hahaha. Udah 22 soalnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya