Gambar : Google
Orang tua itu bercerita bagaimana keinginannya yang masih terpendam. Beliau ingin sekali masih punya penghasilan dimasa tuanya yang bisa digunakan untuk sekedar berkunjung ke sanak keluarganya pada saat hari raya begini. Satu pengalaman spiritual yang membuat saya berpikir bagaimana masa tua saya kelak.
Orang tua, maaf untuk menyebutkan beliau seperti ini. Saya malah lupa untuk menanyakan namanya siapa, mengingat cukup memanggail nama pak itu sudah sangat hormat menurut saya.
Suatu pagi yang cerah, beliau menghampiri saya dan berkeluh kesah tentang kehidupannya yang sebenarnya dari luar mata memandang, beliau sangat bahagia. Ditemani cucu-cucunya yang masih imut-imut dan hidup bersama anak dan menantunya.
Siapa sangka kehidupannya bukan sesuatu yang membuatnya terasa lebih bahagia. Malah beliau merasa ini sebuah beban. Andai saja uang pensiunannya tidak digunakan untuk hal lain, tentu liburan menjelang hari raya adalah momen untuk mengunjungi saudaranya dan keluarga lainnya.
Apa mau dikata, penghasilan saja tidak ada. Makan dan tidur aja di tempat keluarga si anak. Mau minta kerjaan sama orang, takutnya anaknya tidak senang. Pemikiran beliau juga masih bingung bila harus bekerja, siapa yang jaga dan merawat cucu-cucunya. Kedua orang tua cucunya ini terlalu sibuk mengurusin dirinya masing-masing.
Selalu soal ekonomi
Andai saja beliau memahami setidaknya sedikit teknologi di era seperti sekarang, saya tidak membayangkan bahwa beliau adalah admin yang mengurusin berbagai akun media sosial. Bisa jadi buzzer atau admin sebuah perusahaan kecil di kota ini. Tentu itu cukup untuk membuatnya mendapatkan penghasilan tambahan. Sayang itu hanya sebuah harapan saya saja.
Mendengar pengalaman beliau bertutur saya jadi membayangkan 30 tahun mendatang tentang siapa saya besok? Apakah akan seperti beliau yang tetap tegar dan mengayomi cucu-cucunya. Atau .. ah sudahlah.
Ini peringatan dini buat si muda (saya) bahwa masa tua tetaplah berurusan dengan ekonomi. Bila anak-anaknya peduli sama orang tuanya dan si anak bahagia dengan kekayaannya, setidaknya hari tua bisa ikut bahagia.
Namun sebaliknya bila si anak yang diharapkan tidak memberi sepeserpun kebahagiaan itu dan malah menyuruh mengurusi cucu-cucunya, jangan-jangan nasib saya sama. Disinilah faktor ekonomi harus tetap dibutuhkan. Mungkin mengasah kemampuan dan mengikuti perkembangan teknologi adalah salah satu caranya.
Memang inginnya bahagia tapi..
Menjadi tua sudah pasti, soal bahagia itu belum ada janjinya. Semua orang berharap bahagia dihari tua. Saya, Anda atau siapa saja. Tapi bagaimana meraihnya tentu membutuhkan sebuah proses juga. Ibarat menabung, disitulah manfaatnya kelak. Makanya tidak heran orang tua menyuruh anak-anaknya membuat tabungan dimasa mudanya.
Ya, saya mau bahagia di masa tua saya. Doakan saja bahwa sekarang memang harus bersakit-sakit dahulu untuk melihat masa depan itu terutama masa tua. Impian saya yang baru ini semoga mendapatkan berkah. Amin.
Komentar
Posting Komentar