Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Kehidupan 360 Derajat



Sepertinya saya sudah siap ngeblonek lagi. Entah itu tahun depan atau kapan, yang pasti rencana itu sudah saya masukkan dalam daftar mimpi saya. Hari ini saya belajar tentang kehidupan 360 derajat. Tidak menyenangkan memang tapi begitulah mimpi. Selalu ada rintangan disetiap jalannya.

Ini adalah tulisan kesekian kalinya saya saat berada di Samarinda. Biasanya, saya menulis di kamar, rumah Semarang. Zona nyaman yang saya perjuangkan hingga menjadi dotsemarang kini harus berubah 360 derajat. Ya, inilah hidup. Bisanya hanya mengeluh disini.

Saya sadar sebagai orang yang bertanggung jawab dengan apa yang saya bangun dan menghabiskan waktu dengan bermimpi, di mana pun saya, menulis itu seperti rutinitas yang tak tergantikan sekarang. Ibaratnya makan dan mandi.

360 derajat

Langit Samarinda sepekan ini tidak sepanas di Semarang. Selain diselimuti asap, tidak parah, melihat ke langit seperti melihat mendung yang dirindukan. Sayang, hujan yang ditunggu tak kunjung datang.

Hampir 65% kehidupan yang saya jalani saat ini dihabiskan di rumah sakit. Bukan saya yang sakit memang, tapi ibu saya. Sebelumnya saya sudah menuliskannya apa yang terjadi.

Tidak ada sepeda yang bisa diajak berkeliling kota. Kehilangan aktivitas rutin yang terkadang hanya bisa ditahan membatin. Dan paling nyesek adalah tidak adanya wifi gratis disini. Tarif Internet disini seperti mengembalikan kehidupan beberapa tahun lalu yang masih terkendala dengan koneksi atau jaringan.

Meski begitu, saya sangat bersyukur. Lama tidak pulang membuat saya melihat lagi bagaimana keluarga besar ini terajut kembali. Lama tidak pulang membuat saya sadar bahwa adik-adik saya sudah menjadi orang dewasa dan berani bertanggung jawab ketimbang saya. Ah, saya tidak menyangka mereka luar biasa begini.

Lama tidak pulang, saya menemukan sisi-sisi kehidupan yang terpendam dari saudara-saudara (keluarga) yang memiliki potensi namun tidak ada yang menghargai. Soal mimpi, kehidupan dan prestasi yang hanya dipendam sebagai kisah kehidupan masing-masing.

Rasanya ini seperti pisau tajam bermata dua. Satu sisi harus berpindah dari rasa nyaman ke zona yang kurang nyaman. Satu sisi lagi belajar menerima dari setiap perbedaan dan rasa suka maupun duka.

...

Blonek adalah perjalanan seperti traveling pada umumnya. Dotsemarang sangat lekat dengan istilah ini karena masa lalu yang memiliki banyak cerita saat itu.

Saya disini (Samarinda) banyak belajar tentang menempatkan diri, menaklukkan suasana, rasa kekeluargaan yang tinggi dan tentu saya masih bersyukur masih bisa pulang. Setidaknya menulis blog, saya mengeluarkan sisi negatif (frustasi & depresi).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh