Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Masih Gagal Jalan Kaki Dari Rumah ke Rumah Sakit


Saya sedang berexperimen soal jarak dari rumah (Air hitam/Kadrie Oneng) ke Rumah Sakit A.Wahab Sjahrani. Apakah sangat jauh? Experimen ini juga bukan asal nekat karena kebiasaan di Semarang yang terbiasa bersepeda, tapi lebih tuntutan rutinitas olahraga jalan kaki. Maklum saja, manajemen waktu untuk olahraga selama di Samarinda benar-benar kacau. Mungkin ini alternatifnya.


Hari ini lagi-lagi saya gagal mencoba rute dari rumah ke RS.AW.Sjahrani atau sebaliknya. Penyebabnya sederhana, itu terlalu bodoh untuk dilakukan. Apalagi siang bolong dengan terik matahari yang lumayan panas (efek diselimuti asap, jadinya nggak terlalu panas).

Ungkapan bodoh ini datang dari orang sekitar saya mengingat apa yang saya lakuin itu tidak wajar. Selain mengeluh jaraknya yang begitu jauh, sinar matahari sepertinya begitu menjadi momok disini.

Sempat sudah jalan lebih dari 500 km (bawa tas, tumbler, dan topi), saya sudah disamperin keluarga. Disuruh ikut dia, ntar dianterin, katanya. Karena merasa tidak enakan, saya akhirnya mengikutinya. Taruh pantat di jok belakang motor dan saya kembali ke rute awal (sekitar rumah).

Yah mau gimana lagi. Sudut pandang tentang apa yang saya lakuin dengan kebiasaan seperti ini ternyata belum sepenuhnya disukai. Meski saya mengatakan bahwa semua ini juga demi kesehatan, termasuk menyodorkan aplikasi google fit. Aplikasi pencatat kesehatan. Dari aplikasi tersebut, saya yang terbiasa pagi-pagi olahraga jalan kaki biasanya menghabiskan jarak sekitar 3 km kurang. Jadi biasa, bukan.

Saya tidak akan menyalahkan siapa pun soal ini. Masih butuh proses dan pembuktian. Setidaknya saya berhutang disini kepada diri saya sendiri. Semoga akhir pekan ini bisa dilakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun