Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Masih Gagal Jalan Kaki Dari Rumah ke Rumah Sakit


Saya sedang berexperimen soal jarak dari rumah (Air hitam/Kadrie Oneng) ke Rumah Sakit A.Wahab Sjahrani. Apakah sangat jauh? Experimen ini juga bukan asal nekat karena kebiasaan di Semarang yang terbiasa bersepeda, tapi lebih tuntutan rutinitas olahraga jalan kaki. Maklum saja, manajemen waktu untuk olahraga selama di Samarinda benar-benar kacau. Mungkin ini alternatifnya.


Hari ini lagi-lagi saya gagal mencoba rute dari rumah ke RS.AW.Sjahrani atau sebaliknya. Penyebabnya sederhana, itu terlalu bodoh untuk dilakukan. Apalagi siang bolong dengan terik matahari yang lumayan panas (efek diselimuti asap, jadinya nggak terlalu panas).

Ungkapan bodoh ini datang dari orang sekitar saya mengingat apa yang saya lakuin itu tidak wajar. Selain mengeluh jaraknya yang begitu jauh, sinar matahari sepertinya begitu menjadi momok disini.

Sempat sudah jalan lebih dari 500 km (bawa tas, tumbler, dan topi), saya sudah disamperin keluarga. Disuruh ikut dia, ntar dianterin, katanya. Karena merasa tidak enakan, saya akhirnya mengikutinya. Taruh pantat di jok belakang motor dan saya kembali ke rute awal (sekitar rumah).

Yah mau gimana lagi. Sudut pandang tentang apa yang saya lakuin dengan kebiasaan seperti ini ternyata belum sepenuhnya disukai. Meski saya mengatakan bahwa semua ini juga demi kesehatan, termasuk menyodorkan aplikasi google fit. Aplikasi pencatat kesehatan. Dari aplikasi tersebut, saya yang terbiasa pagi-pagi olahraga jalan kaki biasanya menghabiskan jarak sekitar 3 km kurang. Jadi biasa, bukan.

Saya tidak akan menyalahkan siapa pun soal ini. Masih butuh proses dan pembuktian. Setidaknya saya berhutang disini kepada diri saya sendiri. Semoga akhir pekan ini bisa dilakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh