Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Ketika Rasa Nyaman di Rumah Diambil Alih


Semua tampak sibuk dan lebih sibuk daripada biasanya. Kedatangan mertua dan keluarga kecil yang sudah setahun menikah ini, membuat kehidupan di rumah benar-benar berubah. Lebih ramai, tapi tidak begitu menyenangkan.

Pernah mengalami keadaan dimana yang sudah terbiasa dilakukan tiba-tiba jadi tidak biasa dilakukan karena ada yang berbeda dan baru? Saya mengalaminya. Itu tidak mengenakkan. Sebagai pemuja rasa sepi demi bekerja dan sudah dilakukan bertahun-tahun, jadi gimana rasanya saat suasana merasa terganggu. Mungkin begitulah perasaan suasana penunggu rumah yang merasa terusik.

Hampir 1 pekan ini semenjak kedatangan mertua si adik perempuan Difa, kehidupan sunyi yang selama ini jadi bagian dari aktivitas saya memberi tekanan yang luar biasa.

Saya pikir, tekanan tertinggi ada pada kedatangan bos besar (baca ortu Difa), ternyata tidak. Ini lebih parah dan membuat saya benar-benar kebingungan.

Berusaha menyesuaikan

Tidak ada yang salah dengan keadaan sebenarnya. Bahkan, kedatangan mereka ke rumah membawa warna sendiri. Ada banyak makanan enak, suasana baru dan tentu orang-orang baru.

Di sanalah kesalahan saya yang selama ini hidup di rumah. Saya lebih suka dengan suasana sunyi, kehidupan yang itu-itu saja (kebiasaan), dan keluarga Causeway utama (pemilik rumah).

Karena keadaan ramai dan mereka orang baru buat saya, jadilah saya sendiri yang kelimpungan. Ada perasaan gimana gitu ketika biasanya nyaman jadi tidak nyaman.

Saya sedang berusaha menyesuaikan mengingat ini mertua si adik. Saya berpikir ini sudah waktunya pergi dari rumah ini kalau begini. Ini bukan rumah saya, saya hanya numpang bersama keluarga.

...

Entahlah apa yang terjadi seminggu ini dengan keadaan dan suasana hati saya. Saya benar-benar terusik. Biasanya melakukan ini itu tiba-tiba terkekang tidak dapat berbuat apa-apa.

Rasa tidak enak, terganggu, tidak nyaman dan masih banyak lagi. Keadaan ini mengajarkan saya untuk rendah diri, sadar dengan kehidupan pribadi dan tentu sadar sebagai manusia yang sekedar numpang di rumah orang.

Bismillah!

*Setelah dipikir-pikir ini sepertinya sebuah takdir yang diatur. Sebelumnya saya kedatangan keluarga Causeway (Henry), dan suasananya banyak rasa cinta, kegembiraan dan suka cita. Dan mungkin Tuhan tahu bahwa hidup harus seimbang, kedatangan mertua ini adalah jawaban dari keseimbangan yang Tuhan berikan. Dan mau tidak mau, manusianya harus menerima konsekuensinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun