Catatan

Pria Tidak Berdaya

Gambar
Selamat bertambah usia untukku. Di tengah perayaan sederhana yang kuhidupkan lewat tulisan ini, aku memilih tema “Pria Tidak Berdaya” sebagai cermin perjalananku. Bukan untuk meratapi nasib, tapi untuk memeluk kejujuran—tentang diriku, tentang hidup, dan tentang harapan yang masih kugenggam erat meski kadang terasa rapuh. Dalam bahasa Indonesia, “berdaya” berarti punya kekuatan, kemampuan, atau kemauan untuk menghadapi hidup—entah itu menyelesaikan masalah, mengejar mimpi, atau sekadar bangun dari tempat tidur dengan semangat.  Tapi di usia ini, aku merasa berada di sisi sebaliknya: tidak berdaya. Bukan karena aku menyerah, tapi karena hidup terasa seperti permainan yang aturannya terus berubah, dan aku sering kehabisan napas untuk mengejar. Hampa di Tengah Keramaian Di usia 39, aku melihat banyak pria seusia ku hidup dalam ritme yang sepertinya lebih “hidup”. Mereka punya pekerjaan yang memberi kepastian—gaji bulanan yang datang tanpa drama, hanya perlu mengatur apa yang masuk ke ...

Semakin Memprihatinkan


Rasa benci tanpa solusi membuat saya hanya bisa diam tanpa basa-basi. Mau marah, tapi bingung bagaimana mengeluarkannya. Besi lawan besi yang terjadi adalah api. Apakah hidup memang harus begini?

Saya takut suatu hari saya lupa ingatan dan melupakan banyak kenangan. Eh, sudah serius aja. Selamat weekend hari ini, (27/2). Tidak terasa sebentar lagi meninggalkan bulan februari. Oh ya, bulan februari ini saya baru tahu kalau tanggalannya sampai 29, hehe..

Saya sedang berada di titik rendah sebagai kakak yang tak berguna bagi adik-adiknya dan keluarga. Untuk umur yang menginjak 30 tahun, saya adalah pria yang belum mampu menjawab pertanyaan berapa gajinya sebulan.

Jangankan berpikir bagaimana mendapatkan uang dari aktivitas ngeblog, beli pulsa saja seakan menjadi sesuatu yang disebut orang mampu. Makanya tidak banyak wanita yang diajak nonton. Mengajak berarti mentraktir. Iya kalau responnya bagus, kalau nggak. Sudahlah..curhatnya kemana-mana.

Semakin memprihatinkan

Saya tidak bermaksud membuka aib diri saya sendiri atau keluarga saya. Ini hanya sebuah ungkapan dan curhat saya tentang beban pikiran yang saya alami.

Saya sedih, galau dan marah ketika adik saya cerita tentang kehidupannya yang menggantikan posisi saya. Saya akui, doi punya pemasukan yang jauh lebih besar daripada saya.

Tapi masalah utamanya bukan itu, adik saya yang lain semakin memprihatinkan. Kelakuan yang diluar batas tersebut membuat saya marah dan marah.

Saya bingung mengapa saya harus marah tanpa memberinya solusi. Saya bingung untuk mendapatkan solusi sedangkan saya juga kesusahan di sini.

Dan begitulah kehidupan saya akhir-akhir ini. Ibaratnya mau makan, terus ngeluh lapar, tapi nggak punya uang. Mau marah, kenapa? Bantu dong mereka.

...

Saya saran jangan jadikan aktivitas ngeblog sebagai pekerjaan utama bila tidak mampu. Karena sebagian besar yang mengaku blogger saat ini, yang saya kenal, mereka punya pekerjaan utama. Bila ada pun bisa dihitung dan itu juga karena status jaringan dan tinggal di alam berbeda (kota).

Disatu sisi ngeblog itu adalah panggilan dari hati, satu sisi mempertahankannya sama saja menjauhkan dari semua orang yang kita cintai. Ambisi, fokus, naif, dan ingin membuktikan merupakan kombinasi kompak menghancurkan kedekatan kita bersama yang lain.

Semoga setelah ini, ada yang saya ceritakan dengan rasa bangga. Layaknya kisah sinetron, kisahnya di dunia nyata tidak dapat dihitung hanya beberapa jam.

Tetap semangat saudara-saudaraku!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pria Tidak Berdaya

Blog Personal Itu Tempat Curhat

Sifat Buruknya Pria 29 Tahun