Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Semakin Memprihatinkan


Rasa benci tanpa solusi membuat saya hanya bisa diam tanpa basa-basi. Mau marah, tapi bingung bagaimana mengeluarkannya. Besi lawan besi yang terjadi adalah api. Apakah hidup memang harus begini?

Saya takut suatu hari saya lupa ingatan dan melupakan banyak kenangan. Eh, sudah serius aja. Selamat weekend hari ini, (27/2). Tidak terasa sebentar lagi meninggalkan bulan februari. Oh ya, bulan februari ini saya baru tahu kalau tanggalannya sampai 29, hehe..

Saya sedang berada di titik rendah sebagai kakak yang tak berguna bagi adik-adiknya dan keluarga. Untuk umur yang menginjak 30 tahun, saya adalah pria yang belum mampu menjawab pertanyaan berapa gajinya sebulan.

Jangankan berpikir bagaimana mendapatkan uang dari aktivitas ngeblog, beli pulsa saja seakan menjadi sesuatu yang disebut orang mampu. Makanya tidak banyak wanita yang diajak nonton. Mengajak berarti mentraktir. Iya kalau responnya bagus, kalau nggak. Sudahlah..curhatnya kemana-mana.

Semakin memprihatinkan

Saya tidak bermaksud membuka aib diri saya sendiri atau keluarga saya. Ini hanya sebuah ungkapan dan curhat saya tentang beban pikiran yang saya alami.

Saya sedih, galau dan marah ketika adik saya cerita tentang kehidupannya yang menggantikan posisi saya. Saya akui, doi punya pemasukan yang jauh lebih besar daripada saya.

Tapi masalah utamanya bukan itu, adik saya yang lain semakin memprihatinkan. Kelakuan yang diluar batas tersebut membuat saya marah dan marah.

Saya bingung mengapa saya harus marah tanpa memberinya solusi. Saya bingung untuk mendapatkan solusi sedangkan saya juga kesusahan di sini.

Dan begitulah kehidupan saya akhir-akhir ini. Ibaratnya mau makan, terus ngeluh lapar, tapi nggak punya uang. Mau marah, kenapa? Bantu dong mereka.

...

Saya saran jangan jadikan aktivitas ngeblog sebagai pekerjaan utama bila tidak mampu. Karena sebagian besar yang mengaku blogger saat ini, yang saya kenal, mereka punya pekerjaan utama. Bila ada pun bisa dihitung dan itu juga karena status jaringan dan tinggal di alam berbeda (kota).

Disatu sisi ngeblog itu adalah panggilan dari hati, satu sisi mempertahankannya sama saja menjauhkan dari semua orang yang kita cintai. Ambisi, fokus, naif, dan ingin membuktikan merupakan kombinasi kompak menghancurkan kedekatan kita bersama yang lain.

Semoga setelah ini, ada yang saya ceritakan dengan rasa bangga. Layaknya kisah sinetron, kisahnya di dunia nyata tidak dapat dihitung hanya beberapa jam.

Tetap semangat saudara-saudaraku!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh