Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Tiba-tiba Cemburu


Seperti apa rasa cemburu itu? Mungkin begini, melihat seseorang yang disuka di depan mata, tiba-tiba gandengan dengan pria lain. Disitu saya marah dan lebih baik pergi. Anggap saja saya apes hari itu melihat secara langsung adegan yang biasanya hanya ada di film Drama Korea.

Suatu malam dengan suasana hujan yang membuat saya tumben memakai jaket, saya baru selesai dari sebuah acara. Saya senang diundang waktu itu. Saya rela membuang waktu jam tidur saya yang selalu di bawah jam 10 malam. Apalagi acaranya yang berhubungan dengan promosi dan pemerintah.

Akhirnya 

Saya tidak sedang berbual melihat seorang wanita yang menggunakan pakaian Indonesia banget ini begitu cantik malam itu. Untunglah, saya datang dengan pakaian agak rapi daripada biasanya (celana pendek dan kaos oblong).

Pelan tapi pasti, langkahnya menghampiri saya membuat rasa gugup tiba-tiba saja membuyarkan rasa percaya diri saya. Apakah ini batas saya sebagai pria? Cantik, lebih tinggi karena sepatu hil, dan lebih mempesona.

Entahlah, apa yang ingin saya pikirkan bila ia jadi pasangan saya kelak. Saya melihatnya hari ini dulu, bagaimana esok masa depan bersamanya belum saya pikirkan. Padahal saya belum yakin sama masa depan saya sendiri.

Waktu terus berlalu, aktivitas saya tidak lagi ngetweet seperti kebanyakan. Saya mau mencoba Periscope karena tidak banyak saat ini yang memanfaatkan aplikasi ini. Mungkin karena kuota Internet yang dapat habis.

Satu adegan sebelum acara usai, tiba-tiba rasa cemburu muncul begitu saja. Aneh, mengapa saya pergi? Saya marah, kenapa? Bukankah dia bukan siapa-siapa. Apakah karena rangkulan dengan seorang pria yang begitu sempurna disisinya. Pacar, atau pasangan. Tapi itu lawan duetnya sebagai pembaca acara.

....

Saat menulis pagi ini dengan pengalaman ini, saya tahu seperti apa rasanya cemburu kembali. Dan saat itu saya sadar terlalu berlebihan karena saya sendiri.

Kalau boleh bilang, doi dan pria yang digandengnya itu sangat serasi sekali. Saya iri dan cemburu. Kira-kira kapan saya menemukan pasangan yang serasi dengan saya.

Jadi ingat film Drama Korea kemarin yang saya tonton. Pasanganmu sesuai karaktermu. Dan mencari karakter yang kurang lebih sama itu sulit. Sebagian besar yang pernah dekat pergi dengan cara menyerah.

*Ternyata Tuhan mengembalikan saya ke bumi untuk merasakan seperti apa rasa cemburu itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh