Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Selalu Gagal Pelihara Ikan


Bukannya kegagalan adalah awal keberhasilan. Kalau gagal, bangkit lagi. Ah persetan dengan kata-kata tersebut ketika harus dihadapkan dengan cerita ini. Padahal sudah dicoba berkali-kali. Hasilnya?

Menjelang akhir pekan, bertambah lagi keluarga Causeway yang datang ke Semarang. Termasuk big Boss, orang paling berkuasa selain Tu(h)an. Soal Tu(a)an, nanti saya ceritakan lain waktu. Kita fokus sama sama cerita ini.

Semangat 45 saja tidak cukup

Penghuni rumah ini punya semangat yang patut diacungi jempol. Ini bukan soal kecintaannya terhadap ikan, tapi lebih kegemaran dan bagaimana ia mengelola perasaannya.

Dengan memelihara ikan, ia menciptakan dunia yang indah meski sebatas kotak akuarium. Pernah-pernik dipasang untuk mempercantik agar nyaman dimata.

Ikan yang dibeli pun sebagian besar selalu ikan hias. Mulai dari warna orange, merah dan hitam. Lho, kok hitam. Ups sorry, ikan ini bukan ikan hias. Ikan ini dibeli dengan tujuan membersihkan lumut bila lupa dibersihkan.

Semua sudah terencana dalam otak. Ikan dan akuarium siap menemani hari-hari dimana saya tinggal saat ini. Keluarga saya ini punya jadwal rutin untuk memberishkan akuarium meski harus menyuruh orang lain. Toh, dunianya tetap bersih dan sedap dipandang mata.

Lagi-lagi gagal

Selalu ada hikmah dibalik apa yang kita lakuin. Begitu pula memelihara ikan, kita diharapkan punya rasa peduli dan tidak pernah lupa. Keduanya bila dipraktekkan dalam kehidupan tentu sangat bermanfaat.

Sayang, ikannya terapung alias koit, eh mati. Entahlah, mengapa bisa mati. Apakah karena lupa dibersihkan isi akuariumnya. Atau bertengkar dengan penghuni lain sesama ikan. Yang jelas, setelah kematian ikan tersebut, sang pemilik langsung melupakan dunia kecilnya.

Lagi-lagi gagal dan selalu begitu. Butuh waktu lama untuk membuat dunia baru dan bercerita pada hewan yang manis saat berada di akuarium.

...

Kadang ia punya semangat dan perasaan cinta berlebih yang bagi saya itu luar biasa. Saya saja tidak mungkin bisa melakukannya. Tapi, kadang pula ia terbawa perasaan yang dinamakan rasa jenuh.

Tentang pelihara ikan ini hanyalah sebuah cerita sederhana bagaimana memaknai kehidupan lebih sederhana. Mau berusaha, punya semangat, tentu juga harus punya tekad hingga akhir. Selamat berakhir pekan.

Sepertinya weekend saya kali ini lerbih berwarna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh