Catatan

Pria (Tidak) Berharga

Gambar
Saya melihat teman lama yang perutnya membuncit sedang menggendong anaknya. Terlihat senyumnya yang lepas seakan mengatakan bahwa dialah yang paling bahagia di dunia ini. Sebuah pesan kepada para lelaki bahwa ia sudah tiba digaris akhir seorang pria sukses. Lalu, kapan kamu? Entahlah, saya juga bingung mengapa saya berjalan tidak pada semestinya seperti para pria lainnya yang kerap kali membagikan momen-momen bahagianya dengan pasangan dan anak kesayangannya. Memiliki istri yang rupawan, apalagi setia, cakep tuh disebut keluarga kecil yang bahagia. Inilah kekurangan pada diri saya yang mengaku hebat dalam konsistensi, tapi sulit ekonomi. Pria (tidak) berharga Saya kembali memulai perjalanan baru sebagai pria yang kini menginjak usia 38 tahun. Apa yang akan terjadi sepanjang tahun, saya harap itu sangat berharga.  Di umur sekarang ini, saya percaya bahwa 'laki-laki sukses ada keluarga dibelakangnya yang hebat'. Saya merenung sesaat, andai saja saya bisa kembali mengulang waktu s

Membangun Bangsa Mulai Dari Keluarga


Akhirnya saya punya alasan bagus untuk berkeluarga. Alasan yang tanpa sadar mengarahkan saya ke visi hidup saya yang selama ini saya coba terjemahkan. Membangun bangsa? Apakah saya harus jadi Presiden?

Pagi setelah sholat subuh, beberapa pekerjaan saya sudah rampung. Sambil nunggu waktu berlalu buat bersepeda, tiba-tiba saya tertarik membaca. Buku yang tergeletak di meja tentang manusia berkualitas saya ambil dan menemukan halaman yang menarik berikut ini.

Lahan di muka bumi ini tidak pernah bertambah, sejak diciptakan Tuhan YME. Sedang makhluk yang mendiaminya, khususnya yang berpredikat manusia, jumlahnya cenderung terus berubah dan menjadi semakin banyak.

Untuk dapat hidup layak secara manusiawi tidak semua lahan seluas permukaan bumi dapat dimanfaatkan. Sebagian dari lahan yang ada itu terdiri dari lautan (samudera), gurun pasir yang gersang dan tidak sedikit pula yang sepanjang tahun terus menerus diliputi oleh lapisan salju.

Wilayah seperti itu bukanlah tempat yang ideal untuk bermukim, meskipun masih ditemui juga sejumlah kecil manusia yang hidup di tengah hutan belantara, di kutub yang diselubungi es/salju atau di gurun dan daerah-daerah tandus lainnya.

Dari sisi lain manusia yang membentuk masyarakat dalam bentuk bangsa yang mendiami wilayah suatu negara, pada dasarnya berarti telah memagari luas tertentu lahan yang ada di muka bumi yang diklaimnya sebagai tempat bermukim.

Dalam kondisi itu cukup atau tidak lahan yang tersedia dengan jumlah manusia yang disebut penduduk suatu negara, tidak sama antara satu bangsa dengan bangsa yang lain.

Pengertian cukup atau tidak lahan dimaksudkan bukan sekedar untuk memberikan kehidupan bagi penduduknya. Demikian pula pengertian lahan, tidak dimaksudkan terbatas pada ukuran luas tanah, tetapi juga berupa berbagai peluang untuk memperoleh penghasilan, yang memungkinkan setiap manusia yang menjadi penduduk suatu negara untuk dapat hidup layak secara manusiawi.

Tidak sedikit bangsa yang lahan dalam arti luas tanah di negaranya sangat terbatas, namun memberikan peluang yang luas bagi penduduknya untuk menikmati kesejahteraan secara material.

Sebaliknya banyak juga bangsa yang lahan sebagai wilayah negaranya sangat luas, namun tidak memberi peluang yang luas bagi penduduknya untuk hidup sejahtera khususnya dari segi material.

Kondisi seperti diuraikan di atas menggambarkan bahwa peluang untuk merebut kehidupan sejahtera secara manusiawi di lingkungan suatu bangsa atau negara, sangat dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh kualitas penduduknya.

Dengan kata lain di satu pihak masalah kependudukan berpengaruh pada kualitas manusia. Sedang dari pihak lain masalah kualitas manusia di lingkungan penduduk, ternyata sangat besar pula pengaruhnya pada kehidupan bangsa secara keseluruhan.

Oleh karena itulah kualitas manusia menjadi masalah suatu bangsa, terutama dalam kedudukannya sebagai sumber daya insani yang seharusnya dalam menyelenggarakan negara dan memanfaatkan semua  potensi di wilayahnya, bebas dari ketergantungan pada bangsa dan negara lain.

Dimulai dari Keluarga

Sumber daya manusia sebagai penduduk suatu negara itu bersumber dari keluarga masing-masing sebagai organisasi masyarakat yang terkecil. Keluarga tidak dapat sekedar berharap kepada negara, tetapi harus berusaha agar setiap anggotanya menjadi manusia yang berkualitas.

Harapan kepada pemerintah tidak lebih daripada adanya usaha untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga negaranya agar dapat menjalani proses mempersiapkan diri menjadi manusia berkualitas, sesuai dengan tuntutan zamannya.

Oleh karena itu berarti usaha mewujudkan manusia yang berkualitas adalah problem keluarga, jika menginginkan setiap manusia di lingkungannya kelak kemudian hari dan bahkan sekarang ini dapat hidup layak secara manusiawi dalam kebersamaan dengan anggota masyarakatnya yang lain. Keluarga tidak boleh sekedar menunggu untuk menjadikan anggotanya sebagai manusia yang berkualitas.

Berdasarkan uraian-uraian di atas jelas mengapa kualitas manusia dipersoalkan. Dipersoalkannya masalah kualitas mmanusia karena sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas penduduk, yang akan menentukan kondisi bangsa sekarang dan di masa datang.

Di samping itu dari sudut keluarga, kualitas manusia di lingkungannya tidak saja berpengaruh dan menentukan tingkat kesejahteraannya secara material dan spiritual, tetapi juga akan berpengaruh pada berat ringannya beban masyarakat, bangsa dan negara dalam membantu warga negaranya agar dapat hidup layak secara manusiawi.

...

Setelah membaca ini saya tergugah alias termotivasi. Mungkin ini alasannya saat ditanya ingin berkeluarga. Saya akan membangun manusia-manusia berkualitas dari keluarga kecil saya kelak.

Ya tentu ini harus ada pasangan biar dapat melahirkan generasi-generasi yang berkualitas. Saya semakin yakin dengan visi misi hidup saya ini. Tak perlu menjadi Presiden atau pejabat, tapi mulai dari keluarga terkecil dahulu.

Sangat cerdas dan berwibawa untuk dikatakan, bukan! Aih... sudah-sudah jangan tepuk tangan. Dan tiba-tiba suara hati saya mengatakan, nikah? Sudah punya calon, punya rumah, pendapatan tetap? Mau makan apa anak orang? *Jleb.. Ayolah jangan hancurkan harapan saya ini. Sapa tahu ada wanita yang kelak jadi jodoh saya membaca ini. Saya yakin dia senang membaca ini dan mengajak saya *hening*.

Sumber kutipan :
Buku Manusia Berkualitas by H. Hadari Nawawi & H. Mimi Martini (hal.12)

Artikel terkait :

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkenalan dengan Istilah Cinephile

[Review] One Day, Film Korea Tentang Pertemuan Pria dengan Wanita Koma yang Menjadi Roh